Angin mulai dingin menusuk. Aku yang hanya mengenakan kaus dan celana tidur mulai merindukan kamarku yang hangat. Nero, yuk kita pulang saja.
Hutan di depanku nampak lebih rapat dan gelap. Aku mulai gemetar apa yang akan kujumpai apabila aku menapaki hutan di depan. Aku masih sangsi dan diam di tempat. Sedangkan Nero yang telah melesat, sudah tak nampak.
Aku bimbang. Apakah lebih baik aku kembali saja tanpa Nero, berbalik ke jalan yang telah kulalui. Hutan di depan nampaknya tak ramah.
Nero. Alasanku melakukan perjalanan ini karena Nero. Sudah berhari-hari aku merindukannya.Kini Nero mengajakku melakukan perjalanan. Sebenarnya aku hanya engkau, Nero. Memelukku atau kau duduk di pangkuanku sambil mendengkur, seperti dulu.
Aku merindukanmu Nero. Aku hanya ingin membaca dan kau berbaring di lantai dengan bersandar di kakiku. Itu saja.
Aku tak menginginkan petualangan ini. Ya, yang tadi itu menyenangkan. Namun, untuk saat ini aku hanya ingin kita berdua pulang, Nero.
Nero tak nampak di mana-mana. Cahaya semakin suram. Hanya ada sedikit cahaya dari bintang.
Aku kembali menengok ke belakang. Hutan yang indah di belakangku mulai nampak samar-samar. Ada kabut yang mulai datang dari belakang. Sepertinya aku memang harus berjalan melalui hutan gelap di depan.
Aku tak membawa senter. Aku hanya bisa mengandalkan sedikit cahaya dari bintang. Entah apakah cahaya tersebut bisa menerobos pepohonan yang rimbun.
Jantungku berdebar. Kuambil ranting pohon yang kutemukan di dekatku. Buat berjaga-jaga. Aku tak tahu apa yang bakal kutemui di depan.