Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Fiksi: Berlari Bersama Kucing

Diperbarui: 14 Agustus 2021   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berlari bersama Nero | dokpri

Aku mengedarkan mataku ke jalan gang depan rumah. Kutelusuri rumah dari rumah, juga tiang listrik di mana Nero biasa duduk melamun di sana. Tapi bayangan sosok kucingku tak ada. Ke mana ia? Ia seperti lenyap begitu saja. Aku merindukannya.

Sore ini aku tak bisa menahan rasa rinduku. Nero, kucingku, ke manakah dirimu. Tujuh tahun bersama Nero, bukan waktu yang singkat. Momen-momen bersamanya selalu kukenang.

Kutitipkan pesan ke kucing-kucing di halaman. Bilang ke Nero untuk segera pulang ya. Opal, kucing ala kucing Benggala, mengeong. Sepertinya ia paham kata-kataku dan meresponnya.

Malam ini aku hendak menutup jendela ruang tamu. Kudengar meongan yang kukenal. Lalu sesosok kucing oren muncul dari pintu kucing.

Itu Nero. Aku antara lega dan terkejut. Oh betapa senangnya melihatnya. Ia agak kotor dan kurus, namun ia tetap Nero kucingku.

Kuambil wadah makanan kucing dan kuisi dengan makanan kering kesukaannya. Juga kubuka satu sachet makanan kegemarannya. "Nero, ini salmon mackarel kesukaanmu."

Aku menyodorkan dua makanan kucing itu di depannya. Sementara tanganku menjangkau ke kepalanya. Aku ingin mengelus dan memeluknya. Seperti biasanya.

Tapi ia menghindar. Ia menatapku. Lalu ia berbalik, berjalan menuju pintu kucing. Ia berhenti menengok ke arahku. Seperti berkata, ayo ikut.

Aku tak paham. Tapi aku seperti terhipnotis dan mengikutinya. Aku buka pintu depan. Nero tetap melengang ke halaman dan menuju jalan depan rumah.

Nero, jangan pergi. Aku masih ingin bersamamu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline