"Kamu lulusan mana, Pus?" seorang rekan dari sebuah media harian membuka obrolan.
"Teknik informatika," jawabku sambil menyebutkan nama kampus yang terletak di Sukolilo.
Ia keheranan. Demikian pula dengan rekan-rekan media lainnya yang saat itu berkumpul menunggu konferensi pers dimulai.
"Nggak salah Kamu kerja jadi wartawan?" ia kembali melanjutkan pertanyaan. Aku hanya nyengir dan kemudian berlalu. Aku malas dan bosan dengan reaksi orang-orang di sekitarku saat itu jika tahu latar belakang pendidikanku. Pasti ujung-ujungnya aku diceramahi.
Apa salahnya lulusan TI kerja jadi wartawan? Toh, buktinya aku ternyata bisa melakukannya, lulus masa percobaan dan kemudian mendapatkan pos penempatan.
Refresh Sejenak dari Perkodingan
Sejak dulu aku ingin mencoba menjadi pencari berita. Mungkin karena sejak belum bisa membaca, aku sudah terpapar oleh komik Tintin. Rasanya menarik pergi ke sana ke sini dan bertemu orang baru.
Tapi pilihan studiku rupanya tak menjurus sama sekali ke bidang jurnalistik. Waktu SMA, aku masuk jurusan IPA dan ketika mengikuti SNMPTN, dua pilihan jurusanku adalah bidang IPA, Teknik Informatika dan Kimia, baru pilihan terakhir adalah IPS, yaitu Hubungan Internasional.
Meski kemudian aku menimba ilmu perkodingan selama kurang lebih empat tahun, aku tetap berhasrat di dunia media. Aku rajin mengikuti berbagai workshop jurnalistik.
Waktu SMA aku juga pernah bergabung dalam ekskul majalah dinding dan mengikuti magang selama sebulan di sebuah media harian lokal di kota Malang.
Tapi aku sebenarnya mulai terpapar oleh kebiasaan buruk yang umum dialami sebagian kalangan yang berkuliah di bidang komputer. Sebagian mengalami rasa enggan untuk tampil di depan umum.