"Maybe it's broken because you don't trust anyone. You just have to take the first step" - Sisu
Negara Asia kembali menjadi inspirasi Disney melahirkan putri-putri rekaannya. Setelah Puteri Yasmin dan Mulan, kini giliran kisah petualangan seorang putri bernama Raya dengan inspirasi dari Asia Tenggara yang tertuang dalam film "Raya and The Last Dragon".
Kisah "Raya and The Last Dragon" ini berlatar di sebuah negeri yang indah dan subur bernama Kumandra. Dikisahkan di negeri ini para manusia dan naga hidup berdampingan. Hingga suatu ketika datanglah ancaman dari monster yang disebut Druun.
Druun menimbulkan malapetaka. Ia membuat manusia menjadi batu dan menyebarkan ketakutan. Para naga pun berjuang mengalahkan Druun hingga hanya satu naga yang tersisa. Sisu, naga terakhir menggunakan kekuatan permata untuk mengalahkannya.
Cerita berlanjut ke 500 tahun kemudian. Raya dan ayahnya, Benja, yang tinggal di kerajaan Hati bertugas menjaga permata Sisu.
Suatu ketika ayah Benja mengumpulkan wakil-wakil kerajaan, seperti Kuku, Taring, Ekor, dan Tulang. Ia berupaya agar semua kerajaan bisa kembali rukun dan bersatu seperti dulu.
Kericuhan terjadi di kuil tempat permata Sisu berada. Permata tersebut pecah menjadi beberapa bagian. Mereka berebut potongan permata. Pecahnya permata itu kembali membangkitkan Druun.
Hanya ada satu-satunya harapan. Raya pun bertekad menemukan Sisu, naga yang keberadaannya mulai diragukan.
Benarkah Sisu menjadi kunci jawabannya?
Kultur Asia Tenggara yang Kental
Tunggu, sebelum membahas masalah kultur dalam film ini, rasanya saya perlu memberikan apresiasi kepada para penulisnya. Mereka di antaranya adalah Qui Ngunyen dan Adele Li.