Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Cerpen | Seporsi Tempe Mendoan

Diperbarui: 14 Juni 2020   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seporsi tempe mendoan (dokpri)


Hawa Jakarta begitu gerah belakangan. Sepertinya Juni telah bertekad untuk menjadikan bulan ini sebagai awal musim kemarau. Kipas anginku menderit-derit mencoba menghalau hawa panas.

Kipas angin itu kemudian melemah dan berhenti total. Ruangan seketika gelap total. Duh mati lampu.

Hawa panas, tiada kipas berjalan dan tanpa penerangan. Kombinasi yang buruk karena ini pertanda ancaman lain akan datang. Ya, nyamuk. Mereka mulai berdatangan untuk berpesta pora.

Sepertinya mati lampu ini akan panjang. Sudah tiga puluh menitan tak kunjung menyala. Keringatku mulai deras. Sungguh tak nyaman tidur dalam hawa gerah dan ditemani nyamuk-nyamuk yang lapar.

Jarum jam pendek berada di antara angka dua belas dan satu. Jarum panjangnya tergelincir ke arah angka 15. Apa aku ke luar sejenak ya. Panas sekali di dalam rumah.

Tak lama aku telah berada di atas motorku dan berkeliling jalanan area kompleks. Sebagian rumah dan jalanan gelap dan sesekali nampak penerangan dari lilin. Hanya segelintir lampu yang menyala. Mati lampunya hampir merata.

Minggu malam tak banyak yang berlalu lalang. Mereka rupanya menyiapkan energi untuk Senin pagi, bekerja lagi, larut dalam rutinitas.

Area jalanan di sisi kanan nampak begitu senyap. Biasanya jam-jam segini tak pernah selengang ini. Tapi di sini biasanya masih ada penjual makanan yang buka hingga tengah malam. Aku mencoba peruntungan. Siapa tahu ada yang masih berjualan.

Aku beruntung masih ada pedagang makanan. Dengan ditemani pijar dari lilin dan api dari kompor, si penjual sedang asyik menggoreng. Penjual mendoan dan susu jahe. Di ujung meja kayu nampak seorang pembeli mengenakan pakaian hitam-hitam. Samar-samar karena penerangan terbatas.

Aku menyebut segelas susu jahe dan mendoan. Sebenarnya hawa panas ini enaknya menyeruput es degan. Tapi tak apa-apalah karena yang ada hanya penjual susu jahe hangat.

Ia menyiapkan pesananku dengan ringkas. Lalu ia letakkan di meja kayu dan ia memilih merokok di tempat yang agak jauh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline