Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Cerpen | Siapa Pencuri Sarung Mumun

Diperbarui: 14 Mei 2020   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benarkah sarung Mumun juga ajaib? (Dokpri)

"Nah adik-adik. Jangan heran apabila Kahar begitu menyayangi sarungnya karena...sarungnya itu ajaib. Ia begitu berharga..." Khalya masih asyik mendongeng tentang misteri sebuah sarung ajaib. Anak-anak yang duduk mengitarinya nampak terpukau mendengar ceritanya. Mata mereka bersinar-sinar.

"Ade juga mau punya sarung ajaib, kak Khalya. Sarung punya Ade warnanya sudah pudar.."
"Dan bau..." tukas Deni yang disambut gelak tawa anak-anak lainnya.

Khalya lalu sibuk meredakan tawa anak-anak. Ia tak enak kepada ustadz Amir yang kembali memasuki masjid untuk memeriksa persiapan pengajian nanti malam. Ia kuatir pak ustadz menganggapnya kurang mampu mengendalikan anak didiknya.

"Adik-adikku, sarung Kahar bukan sarung baru. Ia bukan sarung yang halus, indah gemerlapan. Ia sarung lama yang begitu dicintai oleh Kahar. Karena besarnya cinta Kahar kepada sarung itulah ia menganggap sarung itu memberinya banyak keajaiban..." Khalya kembali mendongengkan kisah sarung.

Mata anak-anak masih seperti tadi. Dalam benak mereka terbayang bahwa hal-hal ajaib itu perhiasan emas berlian, makanan enak, plesiran ke pantai, main video gim dan sebagainya. Deni berangan-angan sarung itu bisa membuatnya terbang seperti karpet terbang milik Abunawas, eh Aladdin.

Ah sepertinya aku salah cerita, keluh Khalya. Mereka belum benar-benar paham akan makna sarung ajaib. Mungkin karena mereka masih lugu. Mereka masih anak-anak.
***

Dua bulan kemudian anak-anak itu tak lagi mengaji di masjid. Mereka mengaji secara daring. Khalya mengabsen adik-adik didiknya lewat video call ke para Bunda. Para Bunda kemudian menunjukkan raut wajah anaknya yang sudah rapi dan bersih untuk mengaji.

Setiap Jumat ia pun memeriksa, apakah mereka sudah membaca cerita Islami atau belajar mengaji. Ia merasa rindu kepada adik-adiknya. Ia kangen dengan celotehan mereka, tawa mereka yang berderai sekaligus kenakalan mereka. Melihat sekilas mereka belajar mengaji sedikit memupus rasa rindunya. Khalya sudah lama hidup sebatang kara. Pekerjaannya sebagai guru TK dan guru mengaji membantunya untuk tidak merasa begitu kesepian.

Pada masa pandemi ini ketika rasa kesepian menggigitnya ia pun bergelung dengan sarungnya. Sarung yang sudah buruk, kumal, dan warnanya pudar. Sarung itu dibelikan oleh ibunya 15 tahun silam. Itu adalah barang kenangan yang paling disayanginya dari ibunya. Ketika ibunda kemudian meninggalkannya, menuju alam baka, benda itulah yang ia peluk jika merasa kangen dengan ibunya.

***


Jumat minggu berikutnya Khalya menghubungi Mama Mumun. Ibu dari Mumun kemudian mengarahkan layar hapenya ke wajah Mumun. Khalya merasa ada sesuatu pada Mumun. Wajahnya keruh. Ia pun menyapanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline