Matahari sudah terbenam hari itu. Kami masih harus berpacu dengan waktu untuk menuju Sumenep, Madura. Jangan sampai kami tiba di hotel tengah malam karena ini baru kali pertama menuju Sumenep, yang berada di ujung atas Madura. Selama perjalanan dari Bangkalan kami menjumpai sesuatu yang menarik. Sesuatu yang membuat daerah ini cocok disebut dengan kota seribu satu masjid.
Kami mengagumi satu-persatu masjid yang kami temui selama perjalanan. Tiap-tiap masjid begitu megah. Dan menariknya hampir tiap beberapa meter, kurang dari 50 meter, sudah ada masjid lagi. Semuanya bagus-bagus. Megah dan indah, juga punya gaya arsitektur masing-masing. Wow aku tak bisa memutuskan mana yang paling menawan. Masjid-masjid itu dari kabar yang kudengar rata-rata adalah punya perorangan atau keluarga. Wah luar biasa. Kami berdua ingin singgah, tapi karena berburu waktu maka kami batalkan.
Keesokan harinya sebelum berkeliling ke situs budaya Sumenep, kami singgah ke sebuah masjid. Kali ini masjidnya terbilang sederhana jika dibandingkan dengan masjid yang kami temui di Bangkalan. Bangunannya persegi dengan bagian atas berbentuk limas dan kubah kerucut. Anak-anak di sana sudah berkumpul sebelum azan, sepertinya mereka mengaji terlebih dahulu. Hawa Madura sangat gerah, sehingga masjid dengan banyak bukaan ini tepat, membantu mengalirkan hawa.
Dalam perjalanan berikutnya menuju kampung halaman, kami melakukan ibadah sholat maghrib di masjid Sabililah. Masjid ini juga sama terkenalnya dengan Masjid Jami' Malang yang merupakan masjid tertua di kota Malang. Masjid Jami' Masjid Agung Jami' dibangun pada tahun 1890. Hingga kini masih ramai digunakan untuk sholat wajib dan sholat Id. Menariknya lokasi Masjid Jami' ini berdekatan dengan Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Immanuel yang juga sama-sama bangunan tua. Hal ini menunjukkan toleransi beragama yang kental di Malang. Nah Masjid Sabililah juga sama-sama indah karena ia berada di kawasan strategis, di daerah Blimbing, Malang. Ia seperti menyambut tamu dari Surabaya yang menuju ke pusat kota Malang.
Di Masjid Sabililah ada tempat bermain untuk anak. Masjid ini juga punya cerita yaitu menjadi saksi dari perlawanan para gerilyawan melawan sekutu pada masa Agresi Militer Belanda II.
Di luar kota Malang sendiri ada masjid yang juga menjadi destinasi wisata. Masjid itu adalah Masjid Tiban di Turen. Beberapa tahun silam aku ke sini bersama ibu. Ibu ingin sekali ke masjid ini. Ia penasaran dengan mitos yang beredar, bahwa masjid ini hanya dibangun semalam.
Masjid ini megah dan unik. Ia memiliki corak arsitektur yang berbeda di tiap tingkatan. Ada konsep Arab, India, Jawa, dan sebagainya. Di sini tempatnya sejuk. Oh iya juga ada kolam untuk anak dan kolam ikan di sini. Desainnya memang menarik sehingga tak heran banyak wisatawan yang melakukan wisata religi dan kultural di sini. Dari Malang juga hanya sejaman.
Masjid di Kampung Air Bontang
Ketika berkesempatan ke Bontang, kami singgah ke kampung air di Bontang Kuala. Di sana banyak bangunan yang dibangun di atas jembatan terbuat dari kayu ulin yang kuat. Ada masjid yang berukuran cukup megah. Namanya Masjid Jami' Al Misbah.
Masjid dengan menara dan atap kubah ini termasuk bangunan ikonik di daerah ini. Usianya juga sudah tua. Pelatarannya dari kayu ulin dan fasadnya dominan hijau memberikan kesejukan. Ketika berada di masjid ini terasa nyaman, apalagi sore hari angin laut berhembus.
Tiap masjid punya cerita. Dari masjid ke masjid yang telah kusinggahi di berbagai kota, semua punya keunikan dan cerita tersendiri.