Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

[Koteka5Tahun] Kotak Kenangan Pengingat Sebuah Perjalanan

Diperbarui: 4 Mei 2020   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kotak kenanganku (dokpri)

Kotak kenangan, aku memberi nama boks berisikan beragam benda itu yang kukumpulkan sejak SMA. Seperti julukannya, isi kotak tersebut merupakan serpihan-serpihan kenangan. Rata-rata berupa oleh-oleh dari sahabat atau yang kukumpulkan dari setiap perjalanan.

Ada buah pinus kering, tiket, aneka gantungan kunci, tempelan kulkas, kartu pos, pembatas buku, kalung, surat-surat dan kartu ucapan, juga beragam benda lainnya. Biasanya ada sebuah momen yang memicu aku untuk melihat-lihat dan menata kembali 'harta karunku' tersebut.

Kota kenangan itu kubawa kemana-mana. Ia telah melakukan perjalanan dari Malang menuju Surabaya, di satu-persatu kosan dan rumah kontrakan, hingga rumah permanen saat ini. Ketika aku sempat mencicipi pekerjaan sebagai kuli tinta sebuah media harian, isi kotakku itu cepat membengkak. Ada beberapa 'harta' yang bagiku sangat berharga untuk kusimpan sebagai pengingat sebuah momen.

Koleksiku cepat bertambah seiring perpindahanku ke Jakarta. Di ibukota aku banyak bertemu kawan-kawan baru yang gila jalan-jalan. Ada satu sobatku yang bekerja di biro perjalanan. Alhasil aku sering mendapat info tiket promo dari dirinya. Hampir tiap bulan aku menyisihkan tabungan, siapa tahu tiba-tiba ada tiket promo dadakan.

Kadang-kadang malam-malam saat aku masih di kampus ia menghubungi. "Puspa, ada promo ke Phuket. Ikut, nggak?" Kawan yang duduk di sebelahku langsung bertanya-tanya kenapa aku senyum-senyum begitu di tengah perkuliahan.

Gara-gara berteman dengan banyak traveler maka dulu hampir tiap bulan aku bepergian. Bahkan kadang-kadang dua minggu sekali. Kotak kenangan pun cepat beranak. Aku kemudian membeli dua album untuk menyimpan khusus koleksi kartu posku. Aneka surat, tiket-tiket, dan kartu ucapan juga kutaruh dalam wadah lainnya.

Ada oleh-oleh dari teman, ada juga yang merupakan buah tangan yang kusimpan buatku sendiri (dokpri)

Aku suka mengumpulkan kartu pos (dokpri)

Baru ketika berkeluarga, aku membuat semacam papan mading dari busa. Di situ kutempelkan foto-foto, kartu pos, dan benda-benda lainnya dari perjalanan yang baru kulakukan. Aku menikmati waktu-waktu ketika mencopot dan menempelkan sesuatu yang baru. Hal yang sama juga kurasakan ketika mengatur tempelan kulkas. Sambil mengaturnya aku membayangkan kenangan-kenangan baik yang pernah terjadi.

Entah sejak kapan buah tanganku kemudian bervariasi, bukan hanya sekedar benda-benda mungil seperti gantungan kunci dan kartu pos. Tapi juga ada kaus yang khusus buatku - - tidak untuk oleh-oleh, topi, tas, kerajinan tangan, juga kain-kain nusantara. Sayangnya benda-benda ini tidak muat di kotak kenangan.

Kaus dan topi ini sengaja aku dan kawanku beli secara kompakan. Kami semua membeli baju yang sama persis di Ho Chi Minh, lalu kami berpose seperti turis hahaha. Dengan baju 'seragam' ini turis lainnya mengira kami kelompok mahasiswa asing yang sedang melakukan study tour.

Koleksi kain dan kerajinan tangan mulai terkumpul sejak aku dulu sering dinas ke berbagai kantor cabang perusahaan. Biasanya aku juga meliput mitra binaan perusahaan untuk disajikan di majalah internal perusahaan. Mereka biasanya menjual kerajinan khas daerah tersebut. Aku membeli untukku dan untuk saudara juga kawan.

Setelah nonton Asian Games, aku membeli boneka maskot untuk diriku sendiri (dokpri)

Kalung dari Kalimantan ada yang buat aku dan juga buat kawan (dokpri)

Dari situlah kecintaanku tentang kain nusantara tumbuh. Aku diperkenalkan dengan bahannya, motifnya, dan makna dari motif-motif tersebut. Setelah aku mengundurkan diri dari perusahaan tersebut, aku tetap suka membeli kain nusantara -- terutama jika ada anggarannya, karena harganya memang kadang-kadang tidak murah. Koleksiku di antaranya ada kain Cirebon, kain songket, juga kain dari India. Aku hanya menyimpannya. Rasanya sungguh sayang untuk memotongnya.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline