Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Hari Perempuan, Butet Manurung, dan "Sokola Rimba"

Diperbarui: 7 Maret 2020   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prisia sebagai Butet dalam (thejakartapost.com)

Butet Manurung membuktikan perempuan bisa melakukan perubahan besar dengan pendidikan dan cinta kasih. Kisah perjuangan Butet dalam proses belajar-mengajar di rimba Jambi terabadikan dalam sebuah film berjudul "Sokola Rimba".

Dalam film yang dirilis tahun 2013 ini terlihat upaya keras Butet Manurung (Prisia Nasution) untuk memberikan materi belajar mengajar ke anak Rimba di Jambi. Ia harus naik motor seorang diri sekitar tiga jamanan, lalu dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju hulu sungai Makekal yang terletak di hutan bukit Duabelas.

Sudah dua tahun ia menjalani proses tersebut. Ia mengajari anak-anak rimba membaca dan menulis, juga berhitung. Beberapa anak nampak akrab dengannya dan dengan senang hati belajar dengannya.

Hingga suatu ketika datanglah seorang anak laki-laki bernama Nyungsang Bungo. Anak laki-laki dari hilir itu pernah menolongnya saat ia terserang demam di tengah hutan. Rupanya anak laki-laki itu ingin belajar membaca, agar bisa membaca surat perjanjian di mana orang luar dapat mengesploitasi tanah adat mereka.

Meminta ijin mengajar ke bagian hilir tidaklah mudah. Butet tetap mencobanya meski belum mendapatkan ijin dari kantornya bekerja. Lima hari berjalan barulah ia tiba di hilir, tapi tak sampai satu bulan ia kemudian diusir karena sebagian orang tua di hilir menganggap alat tulis adalah sumber penyakit. Butet hampir putus asa hingga kemudian muncul dukungan.

Film yang disutradarai Riri Reza ini telah ditayangkan tujuh tahun yang lalu. Meski demikian masih bisa dinikmati di beberapa layanan streaming legal. Ada banyak hal menarik yang bisa dipetik dalam film ini.

Anak rimba turut berperan dalam film ini (sumber: ziliun.com)

Sosok Butet dalam film ini adalah sosok nyata, termasuk juga program yang diusungnya, sokola rimba. Sekolah di Jambi yang didirikan tahun 2003 adalah awalan Butet untuk memulai dedikasinya untuk mengajar anak rimba. Hingga saat ini sokola rimba sudah ada di 9 daerah, di antaranya di Jambi, Makassar, Kajang, Halmamera, Asmat, dan Flores.

Dalam film "Sokola Rimba" kondisi rimba digambarkan apa adanya. Ada bagian hutan yang rusak, gelondongan kayu dari pembalak liar, juga bagian-bagian hutan yang telah berubah menjadi perkebunan sawit.

Tidak ada sudut-sudut gambar landscape yang memberikan nuansa romantis dan dramatis di sini. Apa adanya. Tempat tinggal sederhana, langit gelap tanpa penerang selain dari api unggun, dan sungai yang juga digunakan sebagai tempat membilas pakaian. Anak rimba laki-laki juga hanya mengenakan sarung kecil.

Dengan kondisi apa adanya ini penonton diajak untuk melihat kondisi riil hutan dan masalah yang menimpa penghuninya. Mereka semakin terkepung dan didesak untuk menerima perubahan. Mereka tak lagi nyaman hidup di tanah mereka sendiri. 

Buruan semakin sulit didapat, berladang juga makin susah. Keterbatasan mereka dalam membaca dan berhitung menjadikan mereka korban dalam perjanjian dan transaksi jual beli. Sementara di satu sisi sebagian orang tua pedalaman masih menganggap pena adalah sumber penyakit dan sumber masalah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline