Ada banyak hak menarik seputar data. Beberapa tahun terakhir data mulai banyak menarik perhatian. Profesi di bidang data pun mulai diburu, seperti data analyst, data engineer, data science, dan sebagainya. Proyek tentang data juga laris manis seperti big data, analisis sentimen dan sebagainya.
Oleh karena data merupakan hal yang penting maka tiap perusahaan mulai memiliki bagian khusus data. Mereka memelihara data, menjaga data tetap valid, melakukan rekonsiliasi data apabila terjadi ketidakcocokan data, menganalisis pertumbuhan data, dan sebagainya.
Data secara reguler diukur kualitasnya karena seperti memasak, bahan masakan yang berkualitas akan menghasilkan masakan yang juga berkualitas. Data yang kurang valid akan bisa menghasilkan putusan strategis yang salah.
Namun meski data dinilai penting masih banyak petinggi yang mengunakan intuisi daripada data yang valid. Kata-kata ini kudapati dari salah satu peserta saat melakukan brainstorming seputar data.
Ada juga yang membiarkan data jutaan transaksi tetap dibiarkan apa adanya tanpa dianalisis untuk mendapatkan peluang atau temuan yang bernilai strategis.
Misalnya tentang potensi menemukan transaksi yang dianggap fraud. Petugas tak cukup menggunakan intuisinya tapi juga bisa menggunakan parameter tertentu, mencari anomali data, dan sebagainya.
Contoh lainnya dari hasil analisa data yang bernilai strategis yaitu menemukan potensi konsumen baru, membuat model perilaku konsumen milenial dan sebagainya.
Mereka yang telah berpikir tentang nilai strategis data kemudian melakukan investasi untuk mengimplementasikan proyek big data misalnya dengan melakukan pengawasan media sosial, menerapkan data warehouse, dan mengimplementasikan business intelligence. Namun mesin canggih tersebut tetap hanyalah alat untuk membantu, manusialah yang tetap akan memutuskan langkah apa yang akan dilakukan.
Omong-omong begitu banyak data yang dimiliki instansi. Tiap instansi bisa memiliki data yang mirip-mirip dengan versinya masing-masing. Padahal data acuan atau data master sangatlah penting untuk menjadi landasan keputusan strategis di negeri ini. Untuk itulah aku mendukung penuh implementasi Kebijakan Satu Data Indonesia.
Jika kebijakan yang berlandaskan Perpres no 39 Tahun 2019 ini dijalankan maka tidak ada lagi simpang siur data produksi beras yang berperan dalam pengambilan keputusan jumlah impor beras, misalnya.
Data kependudukan antara satu instansi dan instansi lain juga konsisten dan sebagainya. Dengan demikian nantinya pemerintah tak hanya sibuk memelihara data agar tetap berkualitas, namun juga dapat memanfaatkan data tersebut untuk hal-hal yang berpotensi strategis. Membuat prediksi kecukupan lahan pertanian, membuat prediksi kecukupan air bersih dan sebagainya.