Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Belajar dari Kota Malang dan Batu dalam Mengemas Museum sehingga Berdaya Tarik

Diperbarui: 13 Oktober 2019   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dikemas menarik pengunjung seperti tak sadar jika sebenarnya mereka sedang berwisata di museum, yakni Museum Angkut| Dokumentasi pribadi

Museum Angkut di Kota Batu rasanya tak pernah sepi dari pengunjung. Apalagi saat Sabtu dan Minggu. Banyak kendaraan dan bus-bus dari luar kota mengantre di gerbang masuk. 

Mereka, anak-anak hingga dewasa seolah-olah tak sabar menunggu untuk memasuki ruangan-ruangan pameran museum. Eits, padahal tempat ini adalah museum yang identik dengan tempat yang kuno dan bikin jenuh. Kok bisa diserbu pengunjung?

Mendengar kata museum, yang terbayang di benak adalah tempat yang memamerkan benda-benda peninggalan sejarah. Tiap kota rata-rata memiliki minimal satu museum, bentuknya bisa museum perjuangan nasional ataupun museum yang menjelaskan asal-usul dan budaya daerah tersebut.

Sejak aku masih anak-anak hingga dewasa, Museum Brawijaya yang terletak di Jalan Ijen, Malang, jarang disinggahi. Padahal museum ini memiliki koleksi unik, yakni gerbong maut yang memiliki kisah yang tragis. 

Paling-paling pengunjungnya adalah rombongan anak-anak sekolah yang mendapat tugas laporan tur studi.

Sama halnya dengan yang ku perhatikan ketika berkunjung ke museum-museum di Jakarta seperti aneka museum di Taman Mini Indonesia Indah, Museum Satria Mandala, dan Museum Seni Rupa dan Keramik Indonesia. 

Mereka juga tak banyak disinggahi pengunjung. Sebagian pengunjung juga rata-rata hanya berfoto diri dengan latar koleksi museum, tidak begitu menyimak penjelasan dari koleksi-koleksi yang dipamerkan.

Dulu Museum Brawijaya begitu sepi sekarang agak lumayan karena masuk rute bus wisata gratis| Dokumentasi pribadi

Di berbagai daerah, museum juga coba dikemas lebih modern dengan menambahkan televisi di beberapa koleksi untuk memutar dokumenter terkait dengan koleksi tersebut, atau penjelasan dengan audio. 

Museum-museum dengan kemasan modern ini di antaranya Museum Balaputra Dewa di Palembang dan Museum Gunungapi Merapi di Yogyakarta. Tapi sayangnya pada waktu ke sana pengunjungnya juga sepi. Beberapa peralatan di Museum Balaputra Dewa juga tidak berfungsi.

Dari pengalaman berkunjung ke puluhan museum di berbagai kota dan negara, aku bertanya-tanya kenapa ada museum yang begitu sepi pengunjung dan sebaliknya, begitu sarat dengan wisatawan. Apakah kemasan dan teknologi menentukan?

Rupanya penambahan fasilitas audio visual, koleksi yang lengkap dan menarik, serta bangunan yang nampak baru serta modern tidak menjamin pengunjung berdatangan. Itu yang kuperhatikan di Museum Gunungapi Merapi dan Museum Balaputra Dewa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline