Pulau Madura tak kalah dengan pulau tetangganya dalam urusan pariwisata. Terutama, pantai. Sepanjang perjalanan kembali dari Sumenep menuju Suramadu, aku dihibur oleh panorama sejumlah pantai yang masih alami dan juga indah.
Pulau ini tak sekedar memberikan cerita tentang karaban sapi dan garam. Ia juga kaya akan wisata pantai. Garis pantainya begitu panjang, terbagi atas pantai publik yang gratis dan juga pantai komersil.
Minggu pagi. Aku dihadapkan dilema untuk menyeberang menuju Gili Labak yang disebut-sebut ibarat Maldives-nya Indonesia atau sekedar menyusuri pantai di Sumenep sembari menuju ke kampung halaman, di Malang.
Oleh karena ada tujuan utama ke Keraton Sumenep, maka aku pun menunda menuju Gili Labak dan memilih menuju Pantai Slopeng. Pantai ini terkenal di kalangan warga Sumenep dan telah memiliki berbagai fasilitas.
Jalanan menuju Pantai Slopeng relatif sepi. Tidak banyak kendaraan yang searah.
Sinar matahari telah tinggi dan begitu terik. Cuaca di luar terasa panas dan kering. Rasanya memang agak kurang pas ke pantai saat siang hari.
Sekitar empatpuluhlima menit kemudian aku telah mencium aroma laut. Perpaduan aroma amis dan segar.
Hari Minggu siang pengunjung Pantai Slopeng tidak banyak. Mungkin sudah banyak yang pulang atau menunggu sore tiba agar hawa lebih bersahabat
Setelah membayar biaya tiket dan parkir, kami mulai menjelajah. Minggu siang di pantai, mata rasanya silau oleh cahaya matahari yang begitu terang.
Pasir pantai berwarna kuning kecokelatan begitu halus sekaligus hangat ketika mengenai jemari kaki. Aku melihat sekeliling pantai. Wah garis pantainya begitu panjang, asyik untuk dijelajahi dengan berjalan kaki atau dengan menyewa kuda.
Pantai Slopeng lumayan bersih, hanya di beberapa sudut terlihat kotoran kuda. Kulihat ada gazebo, toilet, penjual kelapa muda, dan juga mainan anak seperti ayunan. Beberapa anak dan orang dewasa setempat menawarkan jasa penyewaan kuda.