Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Kenapa "Perburuan" Gagal di Pasaran

Diperbarui: 27 Agustus 2019   07:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayushita dan Adipati Dolken dalam

Film "Perburuan" digadang-gadang bakal menjadi salah satu film yang bakal sukses baik dari segi kualitas maupun segi komersial. Namun malangnya, film ini hanya bertahan beberapa hari di layar sinema. Perolehan jumlah penontonnya pun jeblok, tidak sampai 20 ribu penonton. Kiranya apa yang salah?

Banyak Film Bagus di Bulan Agustus
Strategi pemasaran memang menentukan. Bulan Agustus ada sejumlah film bagus yang tayang, baik film nasional maupun film mancanegara.

Pada saat ini harga tiket bioskop cukup lumayan, apalagi pada akhir pekan. Jika dulu dengan Rp 100 ribu sudah bisa menonton empat film pada hari biasa, sekarang untuk nonton tiga film pun masih kurang. Sehingga, penonton mulai memilih-milih mana yang ingin ditonton dan tak mau rugi.

Apabila misalnya film "Perburuan" ditayangkan pada bulan September yang persaingannya relatif lebih longgar,bisa jadi perolehannya bakal berbeda. Tentunya dengan kemasan promosi yang lebih apik untuk menumbuhkan minat orang untuk ingin menyaksikannya.

Bersaing dengan "Bumi Manusia"
"Perburuan" memiliki tema yang menarik, yaitu tentang diburunya tokoh bernama Hardo (Adipati Dolken) yang dianggap bertanggung jawab terhadap pengkhianatan kepada Jepang. Jaman dan ceritanya sebenarnya berbeda dengan "Bumi Manusia". Kemiripannya terletak pada masa Indonesia yang belum merdeka dan masih dalam kondisi negara jajahan.

Selain dinilai tema ceritanya yang mirip-mirip, ada pula yang menganggap kedua film ini merupakan persaingan pemeran tokoh utamanya, Adipati Dolken versus Iqbaal Ramadhan. Keduanya sama-sama aktor muda yang potensial. Keduanya juga pernah meraih nominasi piala citra tahun lalu. Bahkan Adipati pernah meraihnya lewat "Sang Kiai". Para fansnya pun kemudian terlibat aksi dukung sang idolanya. Posisi Iqbaal agak diuntungkan karena ia sedang di puncak karier dengan film "Dilan"-nya yang sukses besar.

Menurutku dari segi akting keduanya sama saja, baik Adipati Dolken di "Perburuan" maupun Iqbaal Ramadhan di "Bumi Manusia". Adipati Dolken mencuri perhatian di "Posesif" sebagai pacar yang tampan tapi pengontrol. Tapi di "Perburuan" ia nampak kurang maksimal. Bagian terbaiknya saat ia mengurung di gua dan kemudian memulai transformasinya sebagai 'kere' alias gelandangan.

Adipati berupaya total sebagai kere | Dokumentasi: kompas.com

Sedangkan di "Bumi Manusia", Iqbaal Ramadhan masih belum sepenuhnya menjadi Minke. Ia masih menampakkan sosok Dilan. Bedanya hanya di kumisnya dan kostumnya. Emosi sebagai Minke yang ikut mengalami penindasan masih kurang nampak. Namun aku kagum akan upayanya menguasai bahasa Belanda.

Dari segi popularitas, novel "Bumi Manusia" relatif lebih terkenal daripada novel "Perburuan", meskipun sama-sama diciptakan oleh orang yang sama, Pramoedya Ananta Toer. Gaya bahasa kedua novel ini agak berbeda. Menurutku "Perburuan" relatif lebih datar, muram, dan agak susah untuk diselesaikan.

Eksekusi Cerita yang Gagal
Novel "Perburuan" menurutku tetap salah satu karya Pramoedya Ananta Toer yang menarik untuk disimak. Ia telah mengupas era Arok Dedes, lalu Kartini dan masa kolonial Belanda, kenapa tidak sekalian mengupas era penjajahan Jepang.

Ia membubuhkan karakter nyata di sini. Supriyadi. Pemimpin pemberontakan PETA di Blitar yang nasibnya hingga saat ini dipertanyakan. Tapi dalam cerita "Perburuan", bukan Supriyadi yang menjadi tokoh diburu, melainkan Hardo, yang meneladani sikap Supriyadi dan meluncurkan gerakan yang serupa. Ia lalu diburu sedemikian rupa, dengan menyisakan ruang gerak yang terbatas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline