Berbeda dengan saat kemunculan film pertama "Si Doel The Movie" aku merasa antusias untuk menyaksikan filmnya. Tergerak karena ada motif untuk bernostalgia. Tapi pada film kedua ini aku agak mulai malas setelah melihat trailer-nya.
Setelah menontonnya, ternyata memang sesuai prediksiku. Filmnya masih berfokus pada cinta segitiga, Sarah - Doel - Zaenab. Ceritanya kurang berkembang.
Film diawali dengan kilas balik pada film pertamanya. Si Doel (Rano Karno) tak dinyana bertemu dengan Sarah (Cornelia Agatha), istrinya yang meninggalkannya 14 tahun silam ketika berkunjung ke Belanda atas undangan Hans (Adam Jagwani). Ia juga bertemu putranya yang beranjak remaja, Dul (Rey Bong). Di akhir kisah, Sarah menitipkan dokumen-dokumen untuk proses perceraian dengan Doel.
Doel tak ingin kejadian di Belanda ini bocor kepada Zaenab. Ia ingin menunggu momen yang pas agar istri yang dinikahinya siri itu tak terluka hatinya. Tapi Mandra terlanjur membocorkannya ke Atun (Suti Karno) yang mengirimkan foto Doel memeluk putranya. Doel mewanti-wanti keduanya agar tetap tutup mulut.
Di satu sisi, tiba-tiba putranya, Dul, berkeinginan berlibur ke Jakarta. Ia menelepon Doel untuk menjemputnya ke bandara dan nanti menginap di rumahnya selama liburan. Hal ini membuat si Doel harus bergegas memberitahukan ke Zaenab. Sementara Zaenab merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya dan ia merasa gelisah.
Kenapa Ceritanya Terus Berfokus pada Cinta Segitiga?
Kupikir bakal ada sesuatu yang baru ditawarkan pada "Si Doel The Movie 2", ternyata sama. Rano Karno belum move on dengan ramuan drama kisah cinta segitiga. Mungkin ramuan ini menarik untuk zaman dulu ketika si Doel masih muda, tapi sekarang ia sudah makin berumur.
Si Doel karakternya masih sama seperri dulu. Peragu dan tak ingin menyakiti orang-orang yang disukainya, tapi jatuhnya malah menyakiti kedua perempuan yang menyayanginya. Rupanya karakternya ini memiliki latar belakang yang diceritakan oleh Mak Nyak, emak si Doel dalam film ini.
Film yang alurnya relatif datar ini terselamatkan oleh ceplosan-ceplosan khas si Mandra. Ia sibuk menyeletuk dan berkomentar seenaknya. Kadang-kadang ocehannya itu agak kasar.
Ada gurauannya yang menyinggung fisik anak-anak yang sebenarnya tidak pantas untuk diucapkan. Mungkin bang Mandra keceplosan saat berimprovisasi, tapi sebenarnya bisa dipotong saat proses editing.