Penganugerahan piala citra, ajang bergengsi bagi sineas perfilman, telah berlangsung 9 Desember silam. Ada beberapa catatan yang kubuat ketika menyaksikan acara ini dari layar televisi. Dari acara yang terkesan kurang greget hingga diborongnya 10 piala citra oleh Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak.
Festival Film Indonesia (FFI) hingga saat ini menjadi salah satu barometer perfilman nasional. Even ini merupakan ajang bergengsi bagi sineas perfilman nasional. Mungkin bisa diibaratkan Oscarnya tingkat nasional.
Memang selain FFI ada beberapa ajang penganugerahan seperti Festival Film Bandung, Festival Film Tempo, Piala Maya, dan Indonesia Box Office Award (IBOMA). Masing-masing memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan pemenang. IBOMA, misalnya, memberikan penghargaan kepada film-film yang berhasil menjadi film laris.
FFI kali ini mundur dari jadwal sebelumnya yang diperkirakan diadakan bulan November. Ada empat film yang menjadi pusat perhatian karena banyaknya nominasi yang didulang. Keempatnya adalah Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (15 nominasi), Sekala Niskala (8 nominasi), Aruna dan Lidahnya (9 nominasi), dan Sultan Agung, Tahta, Perjuangan, Cinta (7 nominasi).
Selain keempat film tersebut, beberapa film seperti Kafir, Lima, Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212, Love for Sale, Wage, 22, Kulari ke Pantai, Sebelum Iblis Menjemput, Wage, dan Chrisye juga meraih nominasi.
Keempat film di atas layak menjadi pusat perhatian dan mendulang banyak nominasi karena memang berkualitas. Marlina si Pembunuh telah berhasil meraih penghargaan di ajang Sitges Film Festival. Sekala Niskala juga banyak mendapat pujian dari kritikus mancanegara dan meraih penghargaan di Festival Film Berlin. Sultan Agung juga tak kalah pamor dengan meraih film bioskop terpuji di ajang FFB 2018. Sedangkan Aruna dan Lidahnya, keempat pemainnya semua mendapatkan nominasi sebagai aktor/aktris utama dan pendukung terbaik.
Keempat film tersebut menjadi pusat perhatian dan banyak dijagokan. Namun, pertarungan utama terletak pada Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak versus Sekala Niskala. Dua-duanya banyak mendapat pujian termasuk dari kalangan pemerhati film mancanegara.
Aku sendiri ikut merasa tegang. Aku sudah menonton dua-duanya dan ikut-ikutan merasa bingung mana dari dua film tersebut yang terbaik. Ketika Marlina si Pembunuh akhirnya berhasil mengungguli Sekala Niskala dalam hal film terbaik dan sutradara terbaik menurutku tak masalah.
Ada yang nyinyir dan berkata Marlina banyak dimenangkan karena menjadi wakil Indonesia di ajang Oscar untuk kategori Best Foreign. Tapi menurutku Marlina juga pantas menang.
Kedua film tersebut memang sama-sama bagus dan memiliki pesona tersendiri. Ketika kemudian Marlina berhasil memborong 10 piala dengan 4 dari kategori utama, bukan berarti film-film lainnya tak bagus.
Tentang Sekala Niskala dan Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
Aku termasuk yang bingung memilih di antara kedua film ini mana yang terbaik. Dua-duanya luar biasa. Kedua film ini berhasil menaikkan kualitas film Indonesia, menjadi salah satu barometer film yang disebut berkualitas.