Kota Malang bukan sekedar memiliki obyek wisata indah dan kulinernya yang nikmat. Malang juga memiliki ikon budaya yang belum begitu populer, bahkan di kalangan warganya sendiri. Ikon budaya tersebut adalah tari dan topeng Malangan. Sejak beberapa tahun lalu mulai tumbuh individu dan komunitas pelestari tari dan kerajinan topeng. Salah satunya yang digagas oleh Sukani dan Amin Karyanata dengan usahanya bernama Lintang Pandu Sekar.
Aku mulai tertarik dengan topeng usai mengunjungi Museum D'Topeng di Batu beberapa tahun silam. Di museum yang sekarang bernama Indonesian Heritage Museum ini terpajang ribuan topeng dengan berbagai model dan karakter. Topeng ini bukan hanya dari Malang, melainkan juga berasal dari berbagai daerah. Namun mengapa museum yang koleksinya milik perorangan itu mengunggulkan koleksi topeng?
Ada apa dengan topeng Malang?
Aku memuaskan rasa ingin tahuku dengan membaca tentang sejarah lahirnya tari Topeng Malangan. Tarian ini telah berusia berabad-abad, bahkan lebih dari satu milenium. Ia mulai dikenal sejak dipertunjukkan oleh Raja Gajayana, raja Kanjuruhan, kerajaan tertua di kawasan Malang. Tarian ini sudah ada sejak sekitar abad kedelapan masehi.
Dulunya tari Topeng Malangan lekat dengan upacara keagamaan sehingga sifatnya lebih spiritual. Tari topeng dianggap sebagai medium untuk memanggil dan berkomunikasi dengan ruh leluhur.
Selanjutnya tarian ini kemudian berkembang menjadi pertunjukan seni meskipun tetap ada unsur spiritualnya. Tari Topeng makin melambung pada era Singosari. Raja Kertanegara menggunakan tari topeng dengan cerita yang populer, kisah percintaan antara Raden Panji Inukertapati dan Galuh Candra Kirana dari Janggala dan Daha.
Kemudian ada masa popularitas tarian ini mulai memudar terutama masa penjajahan. Tarian ini kemudian terpinggirkan dan hanya eksis di kalangan masyarakat sekitar Kabupaten Malang seperti Pakisaji, Wonosari, dan Tumpang. Untunglah masih ada yang sukarela merawat kesenian ini. Sejak beberapa tahun terakhir budayawan dan pengrajin Malang makin menggiatkan kesenian ini, baik dari tarian maupun kerajinan topengnya.
Dari potongan kayu seperti kayu sengon, nangka, kembang, dan menthaos yang dipahat, jadilah topeng. Bentuk dan ekspresi satu topeng dan topeng lainnya berbeda. Ada yang wajahnya halus, ada juga yang seperti buto atau raksasa. Warnanya juga bisa jadi berbeda, ada yang putih, merah, hijau, dan keemasan. Adanya pemilihan warna dan bentuk wajah yang beragam memang disengaja karena satu topeng menggambarkan satu karakter. Karakter yang beragam tersebut menjadi bagian dari sebuah pertunjukan tarian.
Para Penggiat dan Pelestari Topeng Malangan
Aku mengenal perajin topeng dan pelestari tari Topeng Malangan ini secara tidak sengaja. Awalnya aku mencari ide suvenir kerajinan yang ingin kuberikan ke salah satu kenalan. Aku ingin memberikan suvenir yang khas Malang. Kemudian aku teringat akan topeng. Aku kemudian berkenalan dengan bapak Amin yang merupakan pengrajin topeng dan bagian pemasaran dari usaha yang bernama Lintang Pandu Sekar.