Satya mendengar ada bunyi dering di ponselnya, pertanda ada sebuah pesan masuk. Pesan itu berupa gambar dan sebuah teks singkat. Ia kemudian pias.
Putri yang melihatnya pun bertanya-tanya. Satya menggigit bibirnya. Ia merasa kelu. Ada sejuta kata yang ingin terlontar dari bibirnya, namun semuanya membeku di ujung.
Satya lalu memasrahkan benda yang digenggamnya berpindah tangan ke Putri. Tangannya bergetar dan air mata kemudian mengalir. Putri tak sabar untuk mengetahui pesan yang membuat kawannya bersikap sedemikian rupa.
Ia memerhatikan gambar itu lekat-lekat. Itu foto sekumpulan wisatawan di hutan.
Tunggu ada satu wajah yang dikenalnya!
- - -
Rama ingin sekali menghubungi kekasihnya. Di tengah hutan seperti ini tiba-tiba perasaan rindu itu membuncah. Ia ingin bercerita pengalaman pertamanya menjadi pemandu wisata.
Jam di hapenya menunjukkan pukul 17.00. Ia mengabsen seluruh anggota rombongan. Fred sudah lebih dulu duduk di jok belakang. Meski usianya sudah hampir mencapai kepala delapan, ia masih gagah. Berturut-turut masuklah Anggi dan Kanaya. Kanaya berkaca mata dan lebih muda dua tahun.
Setelah itu keluarga kecil, Lukman, Prita dan anak laki-lakinya, Kevin, pun duduk di baris tengah. Her sudah memanaskan mesin dan minibus pun siap menembus hutan dan kembali ke penginapan.
Jalanan di hutan ini berbatu-batu. Seisi mobil berguncang-guncang. Kemudian terjadilah sesuatu, ada sinyal merah yang memberitahukan mesin kepanasan. Mau tak mau mereka harus berhenti.
Ketika kap mobil dibuka, terlihat kepulan asap. Her mengipas-ngipasnya dengan sebelah tangannya. Rama menyerahkan sebotol cairan untuk mendinginkan mesin.