Lukisan di depanku ini bak magnet, menyita perhatian banyak pengunjung. Adegan yang tergambar dalam lukisan tersebut memang dramatis.
Menggambarkan perjuangan hidup dan mati. Seekor kuda dan pengendaranya diterkam oleh singa. Kalian pasti bisa menebak lukisan tersebut. Kalian benar, lukisan hidup dan mati itu adalah karya pelukis besar Indonesia, Raden Saleh. Karya Raden Saleh termasuk dalam lukisan koleksi istana yang dipamerkan di Galeri Nasional hingga akhir Agustus mendatang.
Hari Minggu (20/8) langit Jakarta bersih. Jarum jam hampir menunjukkan pukul 15.00 ketika aku memasuki halaman Galeri Nasional. Tumben, ramai banget Galeri Nasional. Sepertinya ada banyak yang tertarik untuk menyaksikan pameran koleksi istana.
Antrean panjang pengunjung pun terlihat. Tas dan jaket harus dititipkan untuk menghindari terjadinya kejadian tak diinginkan. Koleksi lukisan ini memang sangat berharga, apalagi di antaranya terdapat lukisan Raden Saleh yang nilainya milyaran dan termasuk lukisan yang diburu para kolektor dunia.
Pameran seni koleksi istana kepresidenan ini merupakan kali ketiga dihelat. Selain sebagai bagian peringatan HUT kemerdekaan, kegiatan pameran ini juga diselenggarakan dalam rangka memeriahkan Asian Games 2018. Tema pameran seni koleksi istana kali ini yakni Indonesia Semangat Dunia. Pemilihan tema ini bertujuan untuk menghidupkan dan menggelorakan semangat berkebangsaan, kreativitas, sportivitas, dan kerja sama.
Ada 45 karya seni yang dipamerkan, terdiri dari lukisan, patung, dan seni kriya dari 34 perupa Indonesia dan mancanegara. Karya seni ini dikurasi dari koleksi seni dari berbagai istana kepresidenan, Istana Negara Jakarta, Istana Merdeka Jakarta, Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Tampak Siring, dan Istana Gedung Agung Yogyakarta. Para perupa yang karyanya dipamerkan dalam pameran ini di antaranya Raden Saleh Syarif Bustaman, Rustamadji, Henk Ngantung, Basoeki Abdullah, Batara Lubis, Gustavo Montoya, Dullah, dan Lee Man Fong.
Setelah pemeriksaan, Kompasianer bersama Click Kompasiana siap mengeksplorasi karya-karya seni tersebut. Koleksi karya seni yang dipamerkan mengandung emosi dan cerita. Ada sebagian koleksi yang membuatku terpaku dan merenung, juga ada yang membuatku berdecak kagum, dan tertawa.
Kisah-kisah tentang perjuangan, gotong-royong, dan menjadi warga dunia
Koleksi pameran tersebut terbagi dalam tiga kelompok kisah, kisah-kisah tentang perjuangan, bergotong royong dan bersama bercipta karya, dan menjadi warga dunia. Kisah-kisah tentang perjuangan bukan hanya tentang perjuangan mengusir penjajah, namun juga perjuangan mempertahankan hidup, dan perjuangan dalam sehari-hari.
Lukisan Henk Ngantung yang dipajang di depan pintu masuk langsung mengundang perhatian. Lukisan "Memanah" tersebut menggambarkan kegiatan memanah. Lukisan ini sudah hadir di berada kediaman Bung Karno dan menjadi saksi proklamasi kemerdekaan. Karya Henk Ngantung ini juga menjadi saksi ketika Presiden Soekarno dan kabinetnya menolak dengan tegas untuk bertemu Dr. Van Der Plas atau wakil pemerintah Belanda lainnya pada 3 Oktober 1945.
Kegiatan memanah sendiri merupakan lambang kesatriaan dan ketrampilan. Memanah merupakan kebudayaan Jawa serta kosmologi wayang. Olah raga ini dimainkan oleh para bangsawan Jawa juga oleh para ksatria.
Rupanya aksi memanah menjadi favorit Bung Karno. Ia juga memiliki koleksi patung kaya pematung Hongaria, Zsigmond Kisfaludi Strobl yang ditempatkan di halaman Istana Negara.
Lukisan "Pemanah" itu dibuat Storbl terinsipirasi dari masa peperangan perang dunia dunia yang pernah dialaminya sebagai tentara. Dalam kunjungan ke Hongaria pada 1960 dan 1961, Bung Karno memesan edisi patung pemanah tersebut dan sampai sekarang patung pemanah menghias gagah di halaman depan Istana Negara Veteran.
Lukisan-lukisan tentang perjuangan yang menggugah rasa di antaranya "Tak Seorang Berniat Pulang Walau Maut Menanti" karya Rustamadji. Lukisan ini menggambarkan prajurit yang terluka dipapah 2 rekannya untuk berjalan. Pakaian mereka tampak kumal tapi semangat perjuangan mereka menyala-nyala.
Sedangkan patung "Pejuang Soviet, Sang Pembebas" menggugah emosi karena dalam patung tersebut tergambarkan bahwa perang tetap mempertahankan sisi humanisme.
Patung ini menggambarkan pejuang Soviet yang menggendong anak perempuan Jerman yang kehilangan ibunya pada pertempuran Berlin April 1945. Prototip patung karya Yevgeny Viktorovich Vuchetich ini dihadiahkan Angkatan Bersenjata Uni Soviet kepada Bung Karno pada 11 September 1956. Patung ini mengingatkan nilai-nilai kemanusiaan meskipun dalam situasi peperangan.