Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

"Kafir, Bersekutu dengan Setan", Mencoba Tampil Artistik, Unsur Seramnya Terabaikan

Diperbarui: 3 Agustus 2018   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dina kebingungan melihat ibunya (dok. Youtube/Starvisionplus)

"Din, Kamu kan tahu kalau orang meninggal belum 49 hari, arwahhya masih ada di sini," (Sri, Kafir:Bersekutu dengan Setan).

Sri (Putri Ayudya) dan kedua anaknya, Dina (Nadya Arina) dan Andi (Rangga Azof) masih berduka. Mereka baru saja kehilangan ayah yang dicintainya. Ayah (Teddy Syach) mereka tersedak, kemudian batuk darah dan meninggal. Kedua anaknya menganggapnya serangan jantung belaka, namun Sri tahu ada yang tak biasa.

Sejak kepergian suaminya, Sri mengalami rangkaian gangguan supranatural. Dari organ yang memainkan alat musik sendiri dan gangguan lain yang sulit terdefinisikan. Ketika gangguan itu mengancam nyawanya, ia pun meminta bantuan Jarwo (Sujiwo Tejo), seorang dukun yang dihindari oleh warga.

Sementara itu melihat sikap ibunya yang aneh, Andi mengira sang ibu mengalami depresi karena sedih berlebihan. Andi meminta tolong kekasihnya, Hanum (Indah Permatasari), menjaga ibunya. Sedangkan Dina mulai merasa ada yang tak beres dengan yang terjadi pada ayah dan ibunya. Ia pun mulai menyelidikinya.

Apakah misteri tersebut berhasil dipecahkan?

Setelah kematian ayahnya,gangguan supranatural terjadi (dok. Youtube/Starvisionplus)

Filmnya Cukup Artistik Tapi Seramnya Tak Menggigit

Ketika melihat trailer-nya, aku sudah banyak berharap bakal disuguhi horor yang 'cantik' sekaligus 'menggigit' seperti Pengabdi Setan ala Joko Anwar. Sayangnya, harapanku kurang terpenuhi.

Sepanjang film efek warna yang dominan adalah kuning sephia, sehingga film Kafir ini seperti film yang berlatar jaman dulu. Apalagi di dalam film tersebut masih digunakan gramofon dan lagu-lagu jaman dulu sehingga nuansa lawasnya terasa. Aku agak kecewa ketika ternyata latar tahunnya sudah akhir 90-an dan ada adegan pemeran utama menggunakan HP model lama. 

Menurutku akhir tahun 90-an sudah cukup modern, atmosfernya tidak seperti dalam film tersebut. Tapi mungkin sutradaranya, Azhar Kinoi Lubis (Surat Cinta untuk Kartini, Demi Cinta) punya maksud lain. Ia ingin filmnya terkesan artistik sehingga dibuat terkesan vintage dan klasik.

Gambarnya dramatis (dok. Youtube/Starvisionplus)

Kesan dramatis dalam film juga diraih dari hujan yang mewarnai hampir sepanjang film. Aku jadi teringat film  It yang juga sukses membuat suasana dramatis dengan guyuran derasnya hujan. Musik organ juga menambah nuansa dramatis beberapa adegan. Rupanya skoring dikerjakan oleh Aghi Narottama dan Bemby Gusti yang sebelumnya sukses dengan Pengabdi Setan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline