Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Kisah-Kisah Tradisi Ramadan Masa Kecil

Diperbarui: 3 Juni 2018   11:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum berpuasa biasanya kami berkirim apem (sumber: kompas/achmad faizal)

Selama Ramadan ada saja hal-hal yang mengingatkan akan tradisi yang keluarga kami lakukan saat aku masih kecil. Sebagian kegiatan itu masih dilakukan Ibu dan para keponakan kami jika aku pulang ke kampung halaman. Jika melihat tradisi itu aku merasa flashback ke masa kecilku. Tradisi itu mulai dari berkirim apem, melakukan keramas jelang puasa dan memecah celengan.

Pada masa kecil ada serangkaian kegiatan yang kami lakukan selama bulan Ramadan. Oleh karena kegiatan itu kami lakukan berulang selama bulan puasa, maka kami pun lama-kelamaan hafal dan menjadikannya sebuah tradisi. Beberapa tradisi itu bahkan kami boyong dan terapkan ketika masing-masing dari kami telah berkeluarga.

Tradisi itu dimulai sebelum berpuasa. Jelang berpuasa, Ibu mengingatkan kami untuk berkeramas agar kami bersih lahir dan batin. Adakalanya prediksi Ibu akan hari pertama puasa itu salah, sehingga ketika hari pertama jatuh pada lusa maka kami pun melakukan keramas lagi pada keesokan harinya. Ya, tidak apa-apa sih. Tapi Malang saat itu masih dingin, jadinya jika keramas di atas jam tiga sore maka badan pun bisa menggigil.

Usai badan bersih maka mulailah kami ater-ater atau berkirim makanan ke para tetangga. Isiannya umumnya kue dengan menu utama berupa apem. Mengapa apem? Karena apem itu merupakan makanan yang memiliki simbol ampunan. Aku dan kakak perempuan yang biasa kebagian tugas ini, sedangkan kakak laki-laki asyik bermain.

Kegiatan berikutnya tentunya ke masjid untuk sholat tarawih. Wah awal puasa itu masjid selalu ramai sesak. Meskipun jumlah rakaatnya 23 rakaat, jarang dari para jemaah yang hanya menunaikan delapan rakaat. Mereka dengan senang hati melakukan tarawih dan witir secara penuh. 

Nah enaknya waktu aku kecil ada dispensasi. Jika aku capek maka aku boleh duduk dulu. Jaman itu ada bibi kami yang seolah-olah menjadi 'polisi masjid'. Ia memarahi anak-anak kecil yang ramai dan bermain kejar-kejaran saat tarawih. Sayangnya setelah Beliau meninggal tidak ada lagi yang melakukan tugas tersebut. Anak-anak kecil pun bebas berlarian tanpa ada yang ditakuti.

Setelah liburan sekolah dimulai maka Ibu pun mulai mengajak kami berbelanja baju baru. Waktu itu kami memang jarang dibelikan baju baru, sehingga kesempatan ini kami lakukan dengan serius. Biasanya Ibu ada jatah untuk tiap anak. Jadi jika harga tiap baju murah maka kami bisa dapat baju lebih banyak. Sambil membeli baju biasanya Ibu berbaik hati membelikan kami sebungkus kembang api tiap anak. Asyikkkk...

Mainan kembang api itu menyenangkan (sumber: pixabay)

Waktunya bermain kembang api. Kami bisa bermain setelah jam tarawih. Permainan kembang api itu asyik, kami berlomba siapa yang nyalanya lebih lama. Setelah pijaran itu berhenti, batang itu cepat-cepat kami rendam dalam air. Kami suka mendengar bunyi 'nyesss'-nya. Kadang-kadang kakak laki-laki punya permainan lainnya yaitu kembang tetes. Bentuknya seperti kertas. Ketika dinyalakan ia akan berpijar dengan pijaran lebih besar daripada kembang api. Dia akan padam setelah kertasnya habis.

Jaman aku kecil kami belum terbiasa bikin kue kering sendiri. Kami mulai bikin kue kering setelah aku duduk di bangku kelas lima. Ayah yang biasa menyuplai kue kering yang biasa disebut jajan pan-panan. Kue itu berbentuk beruang dan kupu-kupu dengan rasa cokelat yang lezat. Ibu juga suka memesan kue kering buatan bibi. Kuenya khas, yaitu berbentuk bunga dengan selai di bagian tengah dan kue semprit dengan di atasnya misis cokelat. Enak!!!

Jika kue kering itu sudah dibeli maka pertanda lebaran akan segera tiba. Ibu pun akan sibuk. Ia akan mulai berbelanja dan menyiapkan masakan untuk ater-ater lagi. Kali ini yang kami bagikan adalah makanan berat.

Ia dan nenek akan memasak nasi kuning, ayam goreng atau ayam bumbu rujak, kering tempe, dadar isi abon, dan mie kuning. Aku dan kakak lagi-lagi kebagian mengantar, sedangkan kakak laki-laki lagi-lagi bebas tugas. Pada hari-hari itu kami juga kebagian banyak makanan kiriman dari tetangga. Alhasil Ibu pun malas memasak dan masing-masing dari kami bisa dapat jatah satu porsi makanan ater-ater tetangga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline