Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

Berpuasa Itu Ranah Privat, Tak Masalah Warung Tetap Buka

Diperbarui: 25 Mei 2018   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adanya tirai sudah menunjukkan penghormatan, jadinya tak perlulah sampai melarang tempat makan untuk beroperasi normal (dokpri)

Suatu ketika aku keheranan melihat kawanku yang nasrani nampak kebingungan hendak membuka bungkusan makanannya saat kawan-kawan lainnya berpuasa Ramadhan. Ia tidak menemukan ruangan kosong. Aku menenangkannya. Santai saja, makan di sini juga tidak apa-apa kok. Ia masih ragu-ragu, tapi kemudian memutuskan untuk makan di pojok ruangan.

Aku beruntung dulu dan saat ini bekerja di beberapa tempat yang santai dalam urusan puasa. Maksudnya, kami santai saja jika rekan-rekan kami tidak berpuasa dan hendak makan siang di sekitar kami. Memang sih biasanya mereka segan dan memilih untuk makan di ruangan lain. Tapi seandainya mereka makan di ruangan yang sama pun tak masalah.

Kami sudah dewasa dan bukan anak-anak sehingga rasanya sulit membayangkan kami tergoda dan batal puasa hanya karena tergiur melihat teman kami makan. Kondisi puasa Ramadhan menurutku sama sajalah dengan ketika melaksanakan puasa sunnah Senin-Kamis.

Ada saja yang berpuasa sunnah secara diam-diam dan baru ketahuan ketika mereka menolak ditawari makanan, tapi mereka tidak menuntut untuk dihormati dan membuat yang tidak puasa salah tingkah dan tidak enak sendiri.

Ketika sudah berniat puasa maka adanya pisang yang enak di depan mata tak akan bikin tergiur dan batal puasa (dokpri)

Teman-teman perempuan termasuk aku juga tidak tiap hari berpuasa. Ada waktu-waktu tertentu yang membuat kami berhalangan. Kami bisa saja makan di luar, tapi tidak mudah mencari tempat makan yang buka saat siang hari bulan Ramadhan.

Alhasil kadang-kadang kami membawa bekal dan meminta ijin untuk memakannya. Jika pun ada ruangan kosong kami pindah ke sana. Tapi jika tidak ada dan kami makan di ruangan pun maka teman-teman pun memakluminya.

Intinya menurutku dan sebagian orang-orang di sekelilingku berpuasa itu ranah yang sangat pribadi antara manusia dan Tuhan. Tidak perlu menuntut banyak keistimewaan. Di tempat kerja sendiri sudah ada keistimewaan seperti jam kerja yang berkurang, itu hal yang wajar dan menyenangkan.

Tapi jika sampai menyulitkan kawan-kawan yang tidak berpuasa hingga mereka sulit untuk makan siang maka rasanya itu bukan sesuatu yang bijak. Bagaimana jika suatu saat kita di posisi seperti mereka?

Tak Masalah Warung Tetap Buka Seperti Biasa

Saat bulan Ramadhan, menurutku ujiannya bukan hanya lapar dan haus. Oleh karenanya aku merasa sedih sekaligus heran jika ada suatu daerah yang memaksa setiap warung untuk benar-benar tutup saat siang bulan Ramadhan dan hanya memperbolehkannya berjualan saat jelang waktu berbuka puasa. Apakah ditutup dengan tirai saja tidak cukup?

Aku melihat sendiri kawan-kawanku yang non muslim kesulitan untuk mendapatkan makan siang saat puasa. Akhirnya ada yang berinisiatif untuk patungan dan memasak untuk ramai-ramai. Yang bikin aku salut mereka juga mengajak kawan-kawan muslim yang berhalangan puasa untuk makan bersama. Aku juga beberapa kali diajak makan bareng oleh mereka saat sedang berhalangan puasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline