Si Mungil, kucing berwarna hitam putih dan berekor pendek, itu masuk rumah dengan bergegas. Ia kemudian bersembunyi di dekat lemari dengan bulu yang masih berdiri. Ia bersyukur majikannya, kucing besar, mendengar ia mengeong ketakutan. Ia membuka pintu rumah seraya menyiram segayung air, menakut-nakuti si Momo Hitam.
Tubuh si Mungil masih gemetar. Ia nampaknya kaget. Sedang asyik jalan-jalan menikmati hawa malam yang segar. Ia ingin bernyanyi mumpung bulan purnama. Eh kemudian Momo Hitam menyergapnya. Ini bukan kejadian pertama, namun tetap menakutkan, pikir Mungil. Ia ingin jadi kucing yang kuat dan pemberani seperti Nero. Tapi bagaimana caranya?
Kucing besar itu sepertinya mau tidur lagi. Ia pasti kesal bangun dini hari demi menyelamatkanku. Hu uh coba kalau aku lebih kuat dan lebih pemberani, keluh si Mungil.
Si Mungil mengeong lembut. Ia masih degdegan dan belum bisa tenang. Kucing besar itu berbalik badan, memandangnya. Ia kemudian mendekatinya. Si kucing besar itu mengelus-elusnya, membuatnya tenang dan merasa disayang. Si Mungil tak lama pun mendengkur.
---
Usiaku sudah satu tahun lewat. Kumisku sudah panjang. Sayangnya ekorku tetap pendek. Ini yang membuatku nampak lucu, Mungil mematut-matut dirinya depan kaca lemari. Ia lalu menatap iri Nero yang sedang asyik bermanja-manja dengan kucing besar.
Nero selalu yang pertama. Nero yang mesti dapat jatah makan lebih banyak. Ini gara-gara Nero lebih ganteng, lebih gagah dan ekornya panjang. Mungil cemberut dan mengoceh sendiri. Kucing perempuan jalanan bernama Uprit juga mengacuhkannya. Ini membuat si Mungil makin sedih. Kalau aku menantang Nero dan menang, mungkin kucing besar akan lebih sayang kepadaku. Aku akan jadi kucing utama.
Si Nero setelah asyik tiduran dan dielus-elus mendapat jatah ikan rebus yang nampak sedap. Si Mungil juga mendapatkan ikan tersebut. Ia merasa tidak puas dan ingin melaksanakan niatannya.
Ia pun menggeram ke Nero dan mengancamnya dengan kaki depannya. Si Nero malah cuek dan asyik makan. Si Mungil pun panas dan memukul wajah Nero dengan kaki depannya. Si Nero pun tersinggung. Ia pun kemudian mengejar si Mungil. Perkelahian tak terelakkan. Bulu yang dibanggakan si Mungil pun rontok. Mungil ketakutan dan mengompol.
Kucing besar pun bertindak. Ia lalu mengangkat si Mungil dan menaruhnya di kamar. Sedangkan si Nero ditentramkannya. Mungil terisak-isak. Ia kesakitan dan juga merasa malu.
Tak lama kucing besar itu datang. Ia membersihkan tubuh si Mungil. Lalu merawat luka-lukanya. Mungil mau menangis. Ia pun mengaduh ke kucing besar apa yang dirasakannya.