"Nero, Kamu ngomong dengan siapa?" Nana heran melihat kucingnya sedang duduk di jendela mengeong-ngeong lembut, seolah-olah sedang bercakap-cakap. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 03.00 dini hari dan Nana terbangun dari mimpinya.
Ia tiba-tiba merasa begitu haus dan keheranan melihat ulah kucing kesayangannya. Biasanya kucing itu jam-jam segini masih asyik tidur di sofa. Baru pukul 04.00 ia keluar untuk berjalan-jalan dan menyapa kawan-kawannya.
Nana bukan gadis penakut. Ia penasaran dengan tingkah laku kucingnya. Ia mendekatinya dan kemudian menyibak tirai jendela yang tertutup separuh. Tidak ada siapapun. Ah mungkin Nero seolah-olah mengobrol itu hanya ilusiku.
Keesokan paginya Nana sudah lupa akan kejadian semalam. Ia hanya agak kebingungan di nakas dekat kursi tamu terdapat piring kertas dengan remahan roti. Apakah ia semalam lapar dan menyantap makanan? Entahlah.
Nana kembali terjaga. Angin masuk ke dalam kamarnya. Ia sepertinya kurang rapat menutup jendela. Dari kamarnya ia mendengar seperti suara tertawa pelan. Jantung Nana berdegup kencang. Ia tak siap melihat sesuatu yang seram. Namun rasa penasaran mengalahkannya.
Ia membuka pintu kamarnya dengan berhati-hati. Sayang pintunya tak mau berkompromi dan masih berderit. Ia siap menjerit.
Tak ada siapa-siapa di ruang tamu. Ia hanya melihat kucingnya. Si Nero duduk di dekat jendela dan mengeong perlahan. Nana merasa tenang. Ia menggendong kucingnya ke kamarnya. Ia melirik jam dinding. Pukul 03.15. Ah sebentar lagi jadwal Nero bermain ke luar. Tapi aku ingin sesaat ditemaninya.
Dua hari berturut-turut Nana terbangun. Nana merasa ada sesuatu yang janggal. Rahasia yang hanya diketahui oleh Nero. Di karpet ruang tamu ia menemukan sisa-sisa makanan.
Malam ini bulan purnama. Langit nampak indah dan cukup terang. Nana entah kenapa ingin terjaga untuk membongkar rahasia Nero. Tapi sayangnya kantuk melawannya. Ia tertidur. Namun kemudian ada sesuatu yang menggerakkannya. Ia terjaga.
Pintu kamar itu tak berderit. Tetap senyap ketika dibuka. Di bawah sinar bulan ia melihat sesuatu bak mimpi. Ia melihat kucingnya, Nero, dikelilingi makhluk kecil bersayap perak. Si Nero nampak suka cita dan ia berbuat konyol. Ia menari-nari dengan dua kaki belakangnya. Ia seolah-olah ikut bernyanyi dengan ketiga peri tersebut.
Cahaya bulan itu kemudian memudar. Peri-peri itu seolah-olah larut dan ikut memudar. Mereka hilang. Yang tertinggal adalah Nero yang nampak mengucapkan selamat berpisah kepada mereka dengan meongannya. Nana terpaku dan mulutnya menganga.