Gerimis mengiringi kepergian sang surya membuat suasana matahari terbenam menjadi makin syahdu. Seorang gadis berjalan tergesa-gesa sambil sesekali melompat-lompat ketika langkahnya berjumpa dengan genangan. Ia ingin segera berendam dengan air hangat dan menyantap sesuatu yang panas.
Ketika menggeser pagar rumahnya, ia disambut oleh kucing jantan bernama Nero. Ia sudah lapar dan ingin bermanja-manja dengan kucing besar itu. Gadis tersebut lalu menggendongnya dan si Nero meronta-ronta, ia malu jika dilihat kucing lain karena merasa sudah besar.
Lampu itu menyala, menerangi rumahnya yang mungil. Ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. Pekerjaan hari ini membuatnya lelah. Ia berpikir-pikir untuk berganti pekerjaan. Apakah mungkin ia menjadi penulis penuh waktu? Tapi angsuran rumah masih panjang. Ia juga berniat membuat taman di halaman rumahnya, di bawah pohon mangga.
Si Nero membuyarkan mimpinya. Ia lapar dan mendesak gadis tersebut segera menyiapkan makanannya. Gadis itu dengan langkah gontai segera menuju dapur menyiapkan ayam rebus buat Nero. Kucing dengan bulu belang berwarna kuning kecokelatan itu sangat manja padanya. Kadang-kadang si gadis berpikir siapa sebenarnya yang menjadi majikan di rumah ini, ia atau si Nero?
Nero menyantap ayam rebusnya dengan rakus. Si gadis karena merasa lelah hanya menyantap sup ayam. Rasa gurih dan kuahnya yang panas membuat gadis itu merasa nyaman. Rasa lelahnya seolah berkurang, senyumnya kembali mengembang. Hidupku tidak seburuk yang kukira, ujarnya lega.
Bunyi gerimis hujan masih mengiringi malam. Setelah mandi dengan air hangat, si gadis merasa segar. Ia mengambil buku catatannya dan mencoret-coret di situ. Ada berbagai mimpi di dalam agenda tersebut. Ia membacanya lagi dan lagi, berharap mimpi itu suatu saat menjadi nyata. Siapa tahu akan ada seseorang yang mengetuk pintunya dan menjadi bagian keluarga kecilnya, ia dan Nero. Siapa tahu ia dapat kejutan besar sehingga ia dapat melepaskan bebannya dari angsuran rumah. Bisa jadi ia bisa mewujudkan keinginannya menjadi penulis penuh waktu dan menjadi pengarang lagu.
Nero nyaman dalam rumah. Biasanya ia suka patroli dan mengamen di rumah-rumah tetangga, tapi karena hujan ia memilih bergelung. Ia kemudian melompat ke sofa, meringkuk di bawah kaki si gadis. Gadis kesal dan ingin menyepaknya. Tapi melihat wajah Nero yang nampak bahagia, ia pun tak tega.
Gerimis hujan masih setia menemani malam. Agenda itu terlepas dari tangan si gadis. Matanya terasa berat dan ia susah payah menahannya. Di balik jendela, penabur serbuk mimpi telah siap dengan embernya. Ia sempat membaca daftar keinginan yang ada dalam agenda gadis tersebut. Untuk itu ia menyiapkan serbuk mimpi istimewa. Serbuk mimpi yang akan membuat si gadis bersemangat meraih mimpinya.
Si gadis terlelap. Tidurnya begitu nyenyak. Si Nero juga pulas. Keduanya mendapat mimpi indah. Keesokan paginya mereka bangun dengan segar dan gembira.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H