Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

"Dilan 1990", Jadi Magnet ABG dan Remaja 90-an

Diperbarui: 28 Februari 2018   08:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iqbaal Ramadhan sebagai Dilan dan Vanesha Prescilla sebagai Milea dalam film Dilan 1990| Sumber: Tribunnews/ Nurul Hanna

Dilan 1990 sudah sejak awal tahun lalu ramai diperbincangkan netizen. Ada banyak yang pro dan kontra ketika mengetahui pemeran Dilan adalah Iqbaal CJR, juga ketika melihat video trailer-nya yang kurang meyakinkan. Namun meski demikian film Dilan 1990 tetap menjadi magnet, bukan hanya bagi kaum abege tapi juga kaum dewasa yang mencicipi era 90-an.

Film yang diangkat dari novel karya Pidi Baiq ini bercerita tentang hubungan romantis antara Dilan dan Milea dengan latar Bandung tahun 1990. Dikisahkan Milea (Vanesha Prescilla), remaja cantik enam belas tahun baru pindah ke Bandung dari Jakarta. Kehadirannya di sekolah tersebut menarik banyak perhatian remaja pria, termasuk Dilan yang dikenal badung dan menjadi panglima tempur geng motor.

Hari pertama pemutaran Dilan 1990 sudah meraup 225 ribu penonton (sumber: instagram.com/dilanku)

Dilan (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan) kemudian meluncurkan jurus-jurus rayuannya yang konyol dari memberikan ramalan, mengaku utusan kantin, dan masuk ke kelas Milea. 

Milea yang awalnya cuek dan bersikap judes kepadanya, lama-kelamaan pun penasaran dan mencari tahu lebih banyak tentang Dilan dari teman sekelasnya, Wati (Yoriko Angeline) yang juga merupakan sepupu Dilan. Hati Milea mulai mendua ketika ia mulai membandingkan antara perhatian Dilan dan kekasihnya yang ada di Jakarta, Beni (Brandon Salim). 

Sementara itu, Dilan masih aktif dengan urusan tawuran dan geng motornya, hal yang sangat dibenci oleh Milea. Apakah Milea akan memilih Dilan dan meninggalkan Beni?

Dilan si badung jatuh cinta pada si cantik Milea (sumber: instagram.com/dilanku)

Hahaha ceritanya remaja banget. Aku awalnya penasaran kenapa rencana pembuatan film ini begitu hip. Aku pun membaca novelnya dan tergelak-gelak akan rayuan gombal dari Dilan. Ia remaja yang konyol dan unik juga pintar dan badung. Mungkin itu yang menjadi daya tarik Dilan.

Ketika kawan sekantor mengajakku nonton aku pun menyanggupi, tapi kami kemudian menonton beda bioskop. Aku memilih nonton di kawasan Cijantung hari Jumat usai jam kantor. 

Di bioskop ini ada tiga studio yang memutar Dilan dan studio tempatku nonton penuh. Penontonnya kebanyakan abege. Namun banyak pula yang kira-kira seusiaku.

Anak-anak abege rame bersorak-sorak saat Dilan meluncurkan rayuannya, seperti memberi kado Milea berupa buku TTS yang sudan diisi. Alasannya, ia sayang pada Milea sehingga tidak ingin Milea capek berpikir. 

Atau ketika Dilan berkata di dalam angkot bahwa Milea itu cantik tapi ia belum mencintainya, enggak tahu kalau sore, tunggu aja. Hahaha rayuan tengil tapi memang kocak sih.

Contoh rayuan Dilan kepada Milea (sumber: Gambar milik Vindy Putri yang di-repost oleh instagram.com/dilanku)

Karena aku sudah lewat masa remaja, menonton film ini bak nostalgia masa remaja tahun 90-an. Zaman-zaman itu memang lazim remaja perempuannya suka mengikat jaket di pinggang seperti gaya Milea. 

Namun menurutku sutradara film, Fajar Bustomi (Winter in Tokyo, Surat Kecil untuk Tuhan, From London to Bali) dan penulis naskahnya (Pidi Baiq dan Titien Wattimena) masih kurang detail dalam penggarapan latar tahun 1990. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline