Ketika dinyatakan lulus SMA, aku merasa ada sesuatu yang hilang dari kehidupanku. Kesibukan ala anak sekolahan. Dulu bangun pagi langsung buru-buru sarapan dan ke sekolah. Kadang kerja kelompok atau ikut eksul ini itu, baru pulang. Ketika melihat kawan-kawanku menuangkan kegembiraan dengan mencoret-coret baju, aku merasa akan kehilangan masa-masa tersebut. Aku akan menjadi pengangguran.
Eh bohong ding aslinya aku senang banget sudah lulus SMA. Tak perlu lagi buru-buru ke sekolah pukul enam pagi. Tak perlu berlelah-lelah mengerjakan LKS. Aku bisa menonton MTV sepuasnya dan kemudian ngerumpi tentang band cadas yang lagi beken masa itu.
Seminggu pertama aku merayakan masa-masa bebasku tersebut. Menginjak minggu kedua aku diingatkan kakakku untuk belajar untuk persiapan menghadapi UMPTN. Duh aku kembali dihadapkan pada realita. Aku berupaya menghindar, ajak teman main ah. Eh teman-teman juga sibuk ikut bimbingan belajar. Teman-temanku yang dapat wild cardalias PMDK yang sudah bisa berleha-leha.
Uuh aku bosan belajar. Kenapa aku tidak bekerja saja ya. Bekerja sambil belajar sepertinya seru.
Sepertinya kakakku menangkap kebosananku. Ia menawarkanku jadi guru les kimia. Ia sendiri aktif mengajar les privat matematika sembari berkuliah. Agar mata pencahariannya tak dicaplok, maka ia menawarkan mata pelajaran yang berbeda.
Aku menerima pekerjaan pertamaku itu dengan suka cita. Kata kakakku yang bakal jadi muridku adalah adik kelasku yang sedang ikut ujian penentuan jurusan. Ia sebenarnya bakal masuk IPS tapi karena ia bercita-cita jadi dokter maka ia ngebet masuk jurusan IPA. Nilai IPA-nya masih kurang, sehingga ia harus ikut ujian lagi. Waduh berat juga ya jadi guru les untuk ujian penentuan. Enak kakak ngajari matematika, kalau ngajari kimia dalam dua minggu kira-kira bisa masuk semua nggak ya di otak.
Aku pun memikirkan cara mengajar kimia yang efektif. Dulu aku membuat singkatan sendiri untuk menghafal tabel periodik.
Sebelum keesokan harinya mengajar, aku pun survei lokasi. Kakak hanya memberitahukan alamatnya. Ia lupa menyebutkan mikrolet yang harus kunaiki. Alhasil aku salah jurusan, yang seharusnya ASD aku naik AL. Beda banget ya namanya. Kupikir rutenya mirip ternyata berbeda. Daripada salah naik lagi aku pun memutuskan jalan kaki keesokan harinya. Ternyata tidak sampai 45 menit aku sudah tiba dengan badan agak asam karena berkeringat.
Oke ia nampak mempercayaiku. Oh tidak, dari pandangan matanya ia nampak mengandalkanku.
Oke, sebagai kakak kelas yang baik aku pun menyemangatinya. Aku pun kemudian flash back ke pelajaran kimia kelas satu. Ooh aku menangkap gelagat tidak enak. Sepertinya ia juga kurang menguasai materi kimia kelas satu.
Hari pertama terasa berat. Aku berjuang memikirkan cara mengajarkan kimia dengan cara yang mudah dipahami. Aku mencoba menempatkan diri ke muridku. Busyet dua minggu, apa aku dan dia mampu ya?