Miauwww, si Mungil menerobos masuk ke tempat tidur. Ia mencoba menarik perhatianku. Matahari memang sudah memancarkan cahayanya yang terang dan jam sudah menunjukkan hampir pukul 09.00. Ah mumpung masih hari Minggu aku masih ingin bermalas-malasan. Namun, si Mungil yang sudah tidak mungil lagi pantang menyerah. Ia berusaha melompat ke tempat tidurku.
Plop dengan tangkas kakinya mendarat sempurna ke kasur.Ia pun menjejak sprei melangkah ke arahku. Aku merasa kesal, masih enggan dibangunkan. Aku mencoba menendang si Mungil agar ia turun dari kasur. Eh ia malah dengan lincahnya bergerak menuju badanku. Meneriaki kupingku. Seolah-olah berkata, "Bangun,aku sudah lapar!"
Aku dengan gontai menggerakkan badanku. Akhir-akhir ini aku jarang tidur cukup. Ingin sekali hari Minggu bisa puas-puasin untuk tidur. Suami sudah kompromi, eh si kucing-kucing tidak.
Aku mengangkat tubuh si Mungil dan mengelus-elusnya. Si Mungil pun riang. Ia memang senang dielus-elus, terutama bagian kepalanya. Eh si Nero muncul di balik pintu dan menatap aku dan Mungil dengan pandangan tak senang.
Si Mungil, kucing belang hitam putih itu malah seolah-olah bangga dan senang bisa membangunkanku lebih dahulu. Biasanya memang si Nero, kucing kuning kecokelatan, dengan suaranya yang sember alias serak-serak basah yang suka membangunkanku. Nero merasa kesal si Mungil lebih dulu masuk kamarku.Ia merasa cemburu.
Ekor si Nero mulai bergoyang-goyang dengan cepat. Ia merasa terganggu.Si Mungil melompat dari peganganku.Ia malah menantang si Nero. Tangannya yang mungil menggapai-gapai badan si Nero yang lebih tinggi dan lebih besar. Wah bakal ada duel antara kucing satu tahun versus kucing tiga tahun nih.
Si Nero mulai menggeram. Suaranya makin nyaring. Gawat nih, bisa-bisa jika tak dilerai bakal ada perkelahian dahsyat di kamar. Aku segera menggendong si Mungil, membawanya kabur. Si Mungil hanya menang tekad, kekuatannya masih kalah jauh dengan Nero.
Nero yang dongkol dan kesal pun melampiaskan kekesalannya. Ia tahu aku paling benci jika ia mencakari buku, maka ia segera berlari ke rak bukuku dan mencakari bukuku. Duh Nero, ngambeknya nggak banget deh.
Gantian aku yang menentramkan Nero. Nero pun dielus-elus hingga puas. Si Mungil gantian yang cemburu.
Akhirnya drama perseteruan dua kucing jantan itu dipungkasi dengan aksi menyantap ikan tongkol dan udang rebus. Wadahnya dipisah, si Nero dan si Mungil makan di tempat masing-masing. Keduanya saling lirik membandingkan porsi makanannya. Ternyata kucing-kucing tak kalah reaksinya dengan manusia jika sedang cemburu hehehe.