Nero, si kucing jantan sejak terakhir sarapan bersama ikan kembung, belum lagi terlihat. Aku merasa was-was. Bukan kebiasaan si Nero melewatkan makan siang lalu tidur ayam di sofa. Kemana gerangan kucingku ini?
Aku susah untuk diam merasa kuatir akan keberadaan Nero. Baru kali ini Nero bertahan, baru makan sepiring nasi dan lauk ikan. Biasanya ia makan begitu rakus. Sehari bisa menyantap empat piring nasi plus camilan biskuit kucing.
Aku membuka pintu rumah menuju teras, memanggil-manggil Nero. Tak terlihat juga. Aku mengarahkan tatapanku ke pepohonan dan genting rumah tetangga. Siapa tahu Nero terlelap di sana. Tidak ada juga. Huh!
---
Kucing kuning itu baru terlihat saat senja. Ekornya yang panjang melenggak-lenggok. Ia nampak riang. Suaranya yang parau dan khas kemudian meramaikan rumah. Ia nampak lapar. Pertanda bagus.
Kusiapkan biskuit kucing di piring kecil dan sepiring nasi bersama ikan tongkol. Ia memilih nasi ikan dulu baru kemudian beralih ke piring sesuatunya. Aku merasa gemas. Duh kucingku tahukah Kamu aku cemas jika Kau pergi jauh.
Aku mengelus-elus bulunya yang lembut. Di berbagai tempat bulu itu nampak rontok dan gundul karena si Nero mulai gemar berkelahi. Aku melanjutkan mengelus dari kepalanya mengarah ke tubuhnya. Eh tak sengaja tanganku menyentuh ekornya. Zappppp...sesuatu bersifat magis terjadi. Aku seolah pergi ke tempat gelap beberapa saat, kemudian cahaya terang menyergap.
---
Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Apa yang terjadi padaku?
Aku tetap berada di rumahku. Pakaianku juga sama. Tapi rasanya ada sesuatu yang berbeda. Aku melihat sekelilingku. Pakan kucing itu tak ada. Kucingku juga lenyap. Aku kebingungan.
Aku keluar rumah. Lagi-lagi aku kebingungan. Langit tidaklah gelap, melainkan terang seperti pagi hari. Aku melihat jam ponselku, jam delapan pagi. Satu jam setelah si Nero sarapan dan pergi. Ah kenapa bisa terjadi seperti itu? Mungkin aku bermimpi.