Seperti adegan dalam sebuah film ketika si pemeran utama terpatung ketika mendengar kabar yang tidak enak, itulah yang terjadi padaku. Aku tidak siap menerima kabar itu. Yang terjadi kemudian antara otak dan tubuhku tidak sinkron. Senyumku terkembang dan nada berbicaraku masih ceria, padahal dalam hatiku aku ingin menangis tersedu-sedu. Waktuku selama dua tahun bersamanya ternyata sia-sia.
Ia adalah versi lain dari diriku. Ia sangat menyukai video game dan piawai membuat game buatan sendiri. Ia sering menunjukkan game buatannya yang sederhana dan menggunakan karakter yang lucu-lucu. Ia juga pandai memainkan alat musik, memetik gitar, menggebuk drum juga membuat lirik lagu. Sering aku berkhayal bisa membentuk band bersamanya atau berharap-harap cemas ia membuatkan lirik lagu yang romantis untukku. Ia versi lain diriku dalam wujud pria. Mungkin ia memang ditakdirkan menjadi belahan jiwaku.
Aku bertemu dengannya di sebuah counter playstation. Aku sedang mengubek-ubek kepingan CD yang ada di depanku, mencari yang kiranya menarik untuk kumainkan. Lalu kudengar ada yang menyeletuk, mengomentari ini dan itu.
“Uh Final Fantasy dan Game of Thrones, mainstream banget. ..”
Aku mengambil beberapa CD dan membaca keterangan di sampulnya. Lagi-lagi ia berkomentar.
“Astaga Pokemon Go, The Walking Dead, Mortal Kombat..., kenapa nggak sekalian Candy Crush dan Pac-Man...”
Aku tersinggung dan merasa kesal. Belagu banget sih anak. Aku penasaran, ingin tahu siapa pelaku yang membuat kupingku dan hatiku gondok ini.
Cowok itu dengan santainya membolak-balik tumpukan CD games yang ingin kubeli. Ia tersenyum jahil ke arahku. Aku bersiap-siap sewot dan mengucapkan kata-kata kasar. Tapi senyumnya itu bukan senyum yang menyebalkan. Meskipun tampangnya jahil, senyum itu manis karena pemiliknya rupanya tampan.
Tingtong...!!! Payah, bukannya marah, aku malah terpaku melihatnya membongkar tumpukan CD-ku yang telah dengan seksama dan susah payah kupilah-pilah dari tumpukan.
“Ini saja yang dibeli. Boros amat mau beli yang beginian”. Ia menyodorkan dua keping CD ke arahku, sedangkan lainnya ia masukkan kembali ke rak CD. Aku melongo dan super kesal.
Aku melirik CD games yang dipegangnya. “Ih klasik banget World of Warcraft dan Counter Strike yang dipilih”. Aku senang berhasil membalas ejekannya.