[caption caption="Stan We Green Industry di Kompasianival 2015"][/caption]Di Kompasianival 2015 ini tidak hanya diisi oleh komunitas internal seperti Click, KPK, Koprol, dan sebagainya. Namun juga terdapat komunitas eksternal yang turut memeriahkan acara, salah satunya adalah We Green Industry (Wegi). Kali ini saya ingin mengajak pembaca berkenalan dengan Wegi yang rupanya bukan sekedar pecinta lingkungan biasa.
Saya baru mengenal Wegi dari jalan-jalan keliling booth Kompasiana. Awalnya saya mengira Wegi seperti komunitas pecinta lingkungan pada umumnya. Tapi ketika ada kata yang menyinggung green industri maka saya juga mengira mereka adalah ikatan Corporate Social Responsibility (CSR) di bidang bina lingkungan. Eh dugaan saya dua-duanya ternyata salah.
Wegi adalah komunitas independen yang peduli dengan industri yang menerapkan konsep hijau secara komprehensif dan sesuai best practices. Dari proses pencarian bahan mentah hingga pengelolahaan limbah pabrik, semua proses di perusahaan harus memenuhi kaidah-kaidah penerapan yang mendukung keselarasan alam dan berkelanjutan.
Perusahaan atau institusi yang menerapkan green industry bukan hanya dilihat dari bangunannya yang menggunakan material ramah lingkungan, banyak menanam pepohonan, dan menerapkan slogan hemat energi. Ya, itu salah satunya, namun hanya sebagian dari konsep green industry.
Untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang implementasi green industry, maka Wegi menjadi penjembatan antara industri dan masyarakat dimana Wegi memilih perusahaan yang telah menerapkan green industry secara komprehensif, dimana hal ini bisa ditengarai dengan perolehan peringkat emas oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Kategori pengelolaan lingkungan pada perusahaan terbagi dalam lima tingkatan berdasarkan warna. Ada warna hitam, merah, hijau, biru, dan emas. Saat ini sudah ada 13 perusahaan di Indonesia yang mendapat peringkat emas, di antaranya Semen Indonesia, Pertamina, dan Bukit Asam. Perusahaan ini dianggap telah mampu mengelola limbah bahan berbahaya dan beracun, mengendalikan pencemaran air dan udara, juga menanggulangi kerusakan lingkungan.
Untuk mengetahui secara langsung jerohan industri tersebut dari proses awal hingga proses pengolahan limbah, maka Wegi mengadakan kunjungan ke berbagai perusahaan yang telah mendapat peringkat emas tersebut untuk menyebarkan edukasi hijau kepada masyarakat. Mereka mengajak masyarakat yang tertarik untuk mengikuti wisata edukasi green industry. Dalam setiap kunjungan ke perusahaan, Wegi memiliki tujuh pilar yakni educate, share, trip, entertaint, discuss, inform, dan influence atau intinya berwisata untuk refreshing tapi sekaligus menambah wawasan akan konsep green industry.
[caption caption="Wegi Merupakan Komunitas Independen yang Bersifat Terbuka Bisa Diikuti Siapa Saja"]
[/caption]Saat berkunjung di stan Wegi, saya mendapat informasi yang detail tentang kegiatan Wegi yang rupanya sangat menarik. Pak Arief Hermawan yang menjaga stan dengan penuh semangat menjelaskan apa itu Wegi, green industry dan polemik tentang industri pertambangan yang belum banyak diketahui.
Ia menjelaskan kehadiran sebuah industri tidak akan mengundang polemik jika AMDAL-nya jelas dimana proses keseluruhannya benar-benar tidak merusak alam lingkungan di sekelilingnya. Yang biasanya diresahkan masyarakat adalah kehadiran sebuah pabrik atau sebuah industri pertambangan yang umumnya memberikan dampak ke masyarakat berupa polusi asap, debu, kebisingan, dan limbah yang bisa merusak alam sekelilingnya. Untuk itu pabrik atau industri yang akan berdiri di sebuah lingkungan harus jujur dan terbuka tentang proses-proses yang terkait dari saat ia melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hingga saat proses reklamasi.
Dari wisata edukasi green industry, rupanya ada beberapa hal menarik tentang perusahaan pertambangan yang tidak diketahui masyarakat. Seperti kunjungan terakhirnya ke Semen Indonesia. Di sini mereka melihat proses pengolahan limbah yang baik dan Telaga Ngipik hasil reklamasi penambangan tanah liat. Bahkan tanah bekas gunung kapur pun diubah menjadi lahan yang subur dan bisa digunakan bertani oleh masyarakat sekitar.
Itulah sebabnya Freeport ngotot ingin membangun smelter di Gresik, ujarnya berteka-teki dan meminta saya dan kemudian kompasianer Andri yang bergabung untuk menebak jawabannya yang rupanya cukup mengejutkan kami berdua.