Setelah Insidious yang ending-nya begitu tragis dilanjut Insidious Chapter 2 yang juga menyimpan kejutan, maka saya heran dan penasaran mengapa tidak dilanjut ke sekuel berikutnya yang petunjuknya diberikan di akhir film Insidious Chapter 2. Chapter 3 malah menyoroti kisah horor sebelum pengalaman keluarga Lambert.
Benang merah antara Insidious Chapter 3 dan film pendahulunya adalah si cenayang Elise Rainier (Lin Shaye) bersama kedua krunya meski di film ini mereka digambarkan belum saling mengenal. Elise mendapat tamu gadis remaja yang cantik bernama Quinn Brenner (Stefanie Scott). Quinn merasa rindu kepada ibunya yang meninggal karena kanker. Ia ingin bercakap-cakap dengan ibunya dan bercerita tentang pilihan studinya.
Elise yang telah pensiun sebagai cenayang sejak suaminya meninggal kasihan melihatnya yang jauh-jauh datang ke rumahnya. Ia mencoba membantunya. Alih-alih dapat menghubungi Lili, ibu Quinn, ada sesuatu yang jahat malah mencoba berhubungan dengannya dan mengancamnya. Ia menyerah dan meminta maaf tidak dapat membantunya. Elise juga memperingatkan agar Quinn jangan mencoba lagi menghubungi arwah ibunya. Karena setiap yang meninggal bisa mendengar panggilan tersebut, pesannya.
Quinn lalai akan pesan Elise. Ia masih berharap ibunya hadir dan mau berbincang-bincang dengan dirinya. Ketika kejadian demi kejadian misterius menimpanya termasuk sesuatu yang membuatnya tertabrak mobil, ia was-was peringatan Elise terbukti.
Tensinya menurun. Itu yang saya rasakan setelah menonton film ini. Ya tetap ada bagian-bagian yang membuat penonton terkejut dari makhluk halus yang datang sekonyong-konyong hingga latar suara yang mengagetkan. Karena sudah merasakan rumus James Wan dari film Insidious sebelumnya, maka saya sudah siap dengan teror-teror suara dan mata ini. Memang rumus tersebut masih bisa membuat saya berdebar-debar, tapi efeknya tidak sedahsyat saat Insidious pertama yang membuat saya berhari-hari terbayang-bayang sosok black bride di loteng.
Dari segi ketegangan dan teror supranatural memang tidak sedahsyat film-film sebelumnya. Bagian humornya malah ditambahkan sehingga suasana sedikit lebih mencair. Hubungan yang hangat antara bapak dan anak juga hubungan baik antartetangga memberikan nilai lebih pada film ini.
Saya menebak-nebak mengapa perlu dihadirkan prekuel. Apakah sekedar untuk mengeruk pundi-pundi uang karena nama besar James Wan yang kali ini duduk sebagai produser dan kesuksesan Insidious pertama dan kedua? Ataukah meniru kesuksesan Paranormal Activity dimana bagian ketiga juga ditampilkan prekuel dan hingga saat ini (film kelima) kepingan puzzle-nya belum juga lengkap.
Sosok benang merahnya itulah yang ditonjolkan. Ya, si Elise cenayang, seperti juga kedua krunya, Specs dan Tucker yang meskipun karakter minor tetap memberikan warna pada dunia Insidious. Pada film prekuel ini penonton diajak menyelami lebih dalam siapa Elise yang nasibnya tragis pada film pendahulunya dan awal mula penamaan The Further, dunia arwah penasaran. Benang merah lainnya adalah salah satu sosok dalam film ini yang mengancam Elise.
Namun demikian kehadiran prekuel ini belum memuaskan. Saya masih kesulitan menebak-nebak pentingnya kehadiran prekuel ini untuk kemudian berlanjut ke peristiwa di akhir chapter 2 dimana Elise digambarkan sangat terperanjat. Jika dibandingkan dengan Paranormal Activity 3 (PA3) maka prekuel PA ini lebih berhasil membuat penasaran dan melengkapi kepingan puzzle pada dunia PA. Hemm atau mungkin prekuel diperlukan agar James Wan bisa memiliki banyak waktu untuk menyusun naskah sekuel Insidious yang lebih mencengkam.
Detail Film: