[caption id="attachment_313171" align="aligncenter" width="300" caption="Bekas tambang di Belitung"][/caption] Kegiatan mengeksplorasi perut bumi atau menambang sudah dilakukan oleh masyarakat jaman dahulu, apalagi sejak emas dan berlian menjadi salah satu barang galian paling berharga. Setelah itu kegiatan eksplorasi perut bumi semakin beragam bukan hanya membidik emas dan berlian, melainkan juga beraneka ragam logam yang masih mentah. Dan kegiatan ini semakin memuncak ketika minyak bumi dinobatkan menjadi sumber energi yang paling banyak dibutuhkan industri dan rumah tangga. Namun benarkah kegiatan menambang ini benar-benar memberikan manfaat bagi kita atau nantinya hanya memberikan permasalahan baru?!
Di antara kita mungkin sudah pernah mendengar desas-desus peperangan dahsyat yang menewaskan ribuan korban dengan diselubungi misi menguasai daerah pertambangan minyak. Di Indonesia sendiri juga banyak berita negatif tentang usaha pertambangan yang merugikan masyarakat sekitar dan alam, seperti pencemaran air sungai hingga pencemaran air laut yang mengganggu ekosistem laut. Ironisnya, meskipun pertambangan tersebut menghasilkan banyak pundi-pundi uang namun kontribusinya ke masyarakat sekitar sangat minim. Tidak heran jika banyak masyarakat sekitar daerah penambangan yang tidak puas dan marah karena merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari pihak penambang maupun pemerintah.
Di Bangka dan Belitung, saya melihat dengan mata kepala sendiri bekas penambangan timah dan kaolin masa lampau yang merusak daratan Bangka dan Belitung. Banyak kolam-kolam di daratan Belitung bekas penambangan kaolin yang sekarang terbengkalai dan tidak sedap dipandang mata. Di Bangka malah lebih parah lagi. Banyak lahan-lahan bekas tambang timah yang tidak bisa ditanami dan dibiarkan begitu saja. Meskipun pelaku penambang timah milik pemerintah saat ini telah melakukan penambangan yang memperhatikan lingkungan, namun keberadaan penambang liar yang hanya memikirkan uang masih sulit dibendung.
Di Ijen, banyak kisah sedih para penambang belerang. Mereka masih merasa kurang diperlakukan secara layak oleh perusahaan tempat mereka menjual hasil tambang. Harga perkilo belerang dihargai sangat rendah. Padahal, medan mereka mengambil tambang di kawah Ijen sangatlah sulit. Kondisi kesehatan mereka juga semakin hari merapuh karena terkontaminasi dengan asap belerang. Saya sendiri tanpa membawa beban berat saja terengah-engah ketika mendaki Ijen dan sering terpeleset ketika menuruni kawah. Apalagi para penambang yang membawa puluhan hingga lebih dari 100 kilogram belerang dari kawah hingga kaki gunung. Untunglah berkat pemberitaan yang gencar akhirnya perusahaan tersebut menaikkan harga perkilo belerang dan memberikan jaminan kecelakaan kerja bagi para penambang sejak tahun 2013.
[caption id="attachment_313172" align="aligncenter" width="198" caption="Penambang Belerang di Ijen"]
[/caption] Di daratan Jawa sendiri, ulah penambang pasir dan penambang kapur juga meresahkan warga sekitar. Tidak ada kontribusi bagi pembangunan desa tempat dilakukannya penambangan tersebut, yang diberikan malah ancaman longsor dan banjir.
Lantas bagaimana sebenarnya penambangan yang ideal? Konsepnya sederhana, seperti halnya seseorang membangun industri di sebuah daerah. Industri tersebut diharapkan tidak hanya memperkaya pemilik dan karyawannya, namun memberikan kontribusi bagi pembangunan lingkungan sekitarnya dan tidak merusak alam di sekitarnya. Kita tentu tidak senang, jika ada seseorang yang tiba-tiba membangun rumah besar di lingkungan kita kemudian membunyikan musik yang sangat kencang, memamerkan kekayaan dan membuang sampah di jalanan. Berbeda halnya jika pemilik rumah besar tersebut bersikap santun dan ramah, mencintai kebersihan dan memberikan sedikit kekayaannya untuk membangun jalan atau menyumbangkan pepohonan dan taman untuk mempercantik lingkungan. Seperti sikap tetangga kaya nan baik tersebut, industri pertambangan dapat merekrut warga sekitar sebagai karyawan atau memberikan sedikit keuntungannya untuk membangun klinik, jalan, penerangan, dan sebagainya. Serta, yang tidak kalah penting melakukan pengolahan limbah dan reklamasi agar tidak merusak alam.
Saat ini banyak perusahaan yang memiliki program corporate social responsibility (CSR) untuk menunjukkan kepeduliannya kepada warga sekitar dan alam. Seperti yang dilakukan PT Pertamina dengan program kesehatan gratis bagi masyarakat kurang mampu dan PT Newmont Nusa Tenggara dengan sustainable boot camp untuk memberikan edukasi pada masyarakat . Semoga hal tersebut tidak hanya bersifat jangka pendek namun berkesinambungan sehingga tidak ada lagi berita tentang kerusakan alam akibat penambangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H