[caption id="attachment_368301" align="aligncenter" width="216" caption="Berlatih Lari (Sumber Gambar: clipartof.com)"][/caption]
Ada banyak tempat yang pernah saya cicipi untuk berlari. Mulai dari jalan-jalan di wilayah Malang menuju Alun-alun Tugu,Lapangan Rampal,Balaikota Surabaya, GOR Kertajaya, GOR Senayan, lapangan di ITS, dan jalan-jalan di sekitar tempat kos dan tempat tinggal saat ini. Di antara sekian banyak track lari tersebut ada tiga di antaranya yang masuk track favorit dan berkesan.
Yang pertama adalah Lapangan Rampal, Malang. Lapangan ini biasa digunakan oleh marinir dan pelajar untuk berlatih baris-berbaris. Track-nya sangat panjang dan melelahkan bagi pelari awam seperti saya. Anehnya hingga saat ini saya masih bisa membayangkan saat-saat jantung mulai berdegup tidak karuan, keringat yang mengucur deras, bibir yang kering, dan nafas yang terasa sesak. Di antara lintasan yang saya pernah cicipi, sepertinya Lapangan Rampal termasuk yang putarannya paling panjang selain Lapangan Lido, Sukabumi, yang juga pernah saya cobai. Tak heran tempat ini juga sering digunakan tempat berlatih lomba lari jarak jauh dan marathon.
[caption id="attachment_368296" align="aligncenter" width="300" caption="Alun alun Bunder (Sumber Gambar: mediacenter.malangkota.go.id)"]
[/caption]
Tempat berlari yang berkesan berikutnya adalah Alun-alun Tugu Malang alias Alun-alun Bunder. Tamannya amat cantik dengan tugu yang dikelilingi kolam teratai. Dan hampir setiap pelajaran olah raga atau ketika berlatih olah raga bela diri, kami diharuskan untuk mengelilingi alun-alun tugu dari luar. Kalau dari lintasan dalam jelas keliling Alun-alun Tugu Malang tidak seberapa. Namun, apabila berlari dari lintasan luar jaraknya cukup lumayan. Saat pemanasan olah raga kami biasanya hanyadiwajibkan untuk berlari 1-2 putaran. Tetapi jika ujian, kami diharuskan berlari hingga lima putaran. Saat memasuki putaran ketiga adalah masa kritis. Rasanya bosan dan mulai lelah. Pemandangan cantik taman Tugu tidak lagi membuat saya tertarik. Untunglah dorongan agar tidak terlalu jauh tertinggal dari teman terdepan membuat kaki saya masih mau berkompromi untuk terus mengayuh.
Saat paling berkesan berlari di Alun-alun Tugu Malang adalah saat berlatih bela diri. Kami diwajibkan berlari enam putaran secepat mungkin. Biyuh, rasanya otot kaki dan lengan saya mulai kaku dan nafas serta kerongkongan saya mulai ngos-ngosan dan kering. Eh walaupun melelahkan, banyak juga dari kami berlomba untuk segera menyelesaikan putaran.
Sayangnya setelah selesai berlari kami tidak diperkenankan istirahat, langsung berlatih kuda-kuda dan berbagai gerakan. Alhasil keesokan harinya saya merasa kesulitan untuk menaiki tangga menuju ruang kelas di lantai dua. Kaki saya njarem (kaku, bahasa Jawa) selama berhari-hari karena tidak pernah dikayuh sedemikian kencang dalam waktu singkat, juga akibat pemanasan yang kurang.
Nah, tempat terakhir yang berkesan dan paling favorit adalah jalan utama perumahan Manyar Tirtoasri di Surabaya. Tempat ini hanya berjarak beberapa kaki dari tempat kos saya semasa kuliah. Sekitar pukul 5 pagi saya sudah siap dengan kaus, training, dan sepatu kets saya dan melangkah menuju perumahan ini.
Saat itu langit masih belum terang, masih agak gelap dan diterangi oleh lampu-lampu jalan berwarna kekuningan. Adanya pepohonan dan saluran air yang cukup lebar seperti sungai kecil di tengah jalan membuat suasana pagi nampak dramatis. Tidak menyeramkan berlari di sini sebelum matahari bersinar karena ada beberapa satpam yang bertugas. Juga tidak terlalu sunyi karena ada pergerakan dedaunan, gesekan angin, dan juga kicauan burung.
Saya mulai berjalan cepat sambil melemaskan tubuh selama satu putaran. Dan mulailah saya mengatur irama lari saya menjadi lari kecil-kecil dan semakin kencang pada putaran berikutnya. Biasanya pada putaran ketiga, cahaya pagi mulai menyapa. Langit mulai terang. Saya kemudian berjalan kaki pada putaran terakhir baru kemudian melangkah ke kosan untuk menyiapkan sarapan dan berangkat kuliah. Saat itu tubuh saya terasa bugar dan saya jarang sakit karena sering berlatih lari pagi.
Berlari bagi saya ibarat petualangan. Setiap berlari saya sering berjumpa dengan pelari baik yang sudah kakek nenek maupun yang masih sebaya. Meskipun kami biasanya hanya bertukar anggukan kepala dan senyuman, seiring dengan waktu kami mulai akrab satu sama lain. Ada kalanya jika sayalelah dan mulai berjalan, ada saja yang menyemangati saya untuk kembali berlari.
Saat berlari saya juga banyak menemukan jalan-jalan baru yang belum pernah saya kunjungi, termasuk saat ini ketika berlari di jalan-jalan dan gang demi gang di sekeliling rumah. Bagi saya itu semua adalah sebuah petualangan, bertemu dengan kawan-kawan baru dan berani mencoba suasana baru.
Kini jika saya membayangkan berlari. Saya mencoba menutup mata dan kembali berlari di sisi saluran air lebar yang gemerlap oleh lampu jalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H