Lihat ke Halaman Asli

Neraca Perdagangan Defisit, Pemerintah Dihimbau Genjot Industri Syariah

Diperbarui: 10 September 2018   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.shutterstock.com

Nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp 14.815 per dollar AS per Selasa (4/9/2018). Kabar yang cukup menggembirakan karena beberapa hari yang lalu tembus hingga Rp 15.000. Namun penurunan ini tidak terlalu signifikan sehingga pemerintah dirasa masih perlu waspada.

Data dari Kementrian Perdagangan (Kemendag) bahwa selama 6 bulan pertama di 2018 neraca perdagangan RI defisit sebanyak empat kali, yakni di Januari, Februari, April dan Mei. Hanya di bulan Maret dan Juni yang mengalami surplus.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (4/9/2018) mengatakan, salah satu pemicu pelemahan rupiah selain faktor eksternal adalah kurang optimalnya perdagangan di dalam negeri. 

Neraca perdagangan yang terus defisit turut berkontribusi terhadap transaksi berjalan yang menembus 3 % pada kuartal II 2018. Menurutnya pelemahan rupiah diproyeksi akan berlanjut hingga tahun depan dan menembus batas psikologis Rp 15.000.

Pengamat ekonomi dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Aviliani memaparkan, setidaknya terdapat tiga hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendorong ekspor yaitu; garap sektor pariwisata, ekspor industri pangan berbasis halal, kurangi impor di sektor farmasi dengan mengembangkan pengobatan herbal seperti China.

Sejalan dengan solusi yang disampaikan oleh Pengamat Ekonomi, Aviliani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa industri syariah bisa menjadi salah satu solusi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Pelaku usaha bisa menggenjot produk dan jasa industri syariah agar bisa meningkatkan ekspor.

Bagaimana halal industri bisa membantu mengurangi defisit? Intinya meningkatkan produk ekspor halal dan jasa halal," Kata Bambang.

Produk halal yang dimaksud bisa berupa bahan makanan, vaksin, obat kosmetik, hewani, maupun fesyen muslim. Produk-produk tersebut termasuk industri skala besar. 

Selama ini pelaku usaha produk halal Indonesia kebanyakan mengekspor produknya ke negara-negara yang tingkat perekonomiannya tinggi saja sehingga kedepan para pelaku usaha industri syariah sebaiknya melebarkan pangsa pasar ke negara-negara seperti Pakistan, Arab, Mesir, Afrika, dan negara-negara Eropa yang  mayoritas penduduknya muslim.

Sebagai perbandingan bahwa Indonesia masih kalah dengan Thailand yang saat ini menjadikan pangan halal sebagai salah satu komoditas ekspor mereka. 

Saat ini Thailand adalah negara pengekspor pangan halal tinggi. Padahal jika dibandingkan yang mayoritas penduduknya muslim adalah Indonesia, maka dari itu seharusnya Indonesia bisa menjadikan industri syariah dengan brand produk halalnya sebagai produk ekspor andalan sehingga bisa menjadi solusi jitu untuk mengurangi defisit neraca perdagangan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline