Lihat ke Halaman Asli

Demar Adi

Suka menulis

Waktu yang Membentang Jarak

Diperbarui: 11 Agustus 2018   03:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: pixabay.com

Pagi menyapa begitu dingin. Raga yang lelah seolah enggan beranjak dari sisa lelap. Selimut  teronggok di ujung kaki akhirnya ditarik menutupi tubuh menggigil. Dering alarm seakan menjerit panik melihat waktu yang semakin dekat pada janji. Seketika mataku terbelalak kemudian megerjap berkali-kali sebelum menyadari waktuku nyaris terlewat.

Segera membersihkan badan dengan guyur dingin seakan membekukan aliran darah. Menghirup harum sampo favorit yang busanya meleleh hingga ke pundak. Serasa ingin berlama-lama menikmati sensasi segar ini. Hanya saat teringat waktu yang mendesak, memaksa diri menyudahi.

Secepat kilat berganti pakaian kemudian menyambar koper biru yang telah sejak semalam siap menemani perjalanan. Pulang. aku akan pulang. Kepada dekapan ibu. Menuju sapa hangat kota tercinta. Menikmati senyum manis kekasih yang telah lama dirindui.

*****************

Ternyata belum terlambat. Pesawat delay satu jam. Cukup untuk menikmati secangkir kopi dan sepotong brownies bertabur almond. Bertemankan novel yang sejak dua minggu lalu belum juga usai dibaca. Entahlah, biasanya dua hari saja sebuah novel setebal empat ratus sekian halaman rampung  kubaca walaupun disela kesibukan bagai tak berujung.

Sepertinya tak bakalan mampu membaca hingga halaman terakhir. Cerita dalam novel itu terlalu sedih. Tokoh utamanya seorang gadis yang merindu kekasihnya, pemuda ambisius yang pergi ke negeri jauh untuk menuntut ilmu. Alur melulu mengisahkan derita rindu yang entah kapan akan bertemu. 

Aku sampai pada bagian yang menggambarkan sang gadis merobek foto sepasang kekasih yang kini terpisah jarak itu. Dia telah berhenti menunggu semenjak menemukan bukti yang belum pasti benar bahwa  sang pemuda melirik hati yang baru. Aaah... cinta jarak jauh memang rawan prasangka.

**************

"Apakah kau masih layak kutunggu?" tanya kekasihku  melalui pesan yang terpampang di gawaiku

"Tentu saja. Aku akan pulang kepadamu," balasku saat itu.

Selanjutnya pesan berbalas diiringi emoticon bertabur daun waru. Aku bahagia, tetapi terselip juga ragu yang mengusik. Pulang kepadanya adalah sebuah kepastian. Namun, akankah dia ada di sana menyambut?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline