Lihat ke Halaman Asli

Penggunaan Model PBL dan Metode Multisensori untuk Meningkatkan Pemahaman Matematika pada Murid Tunarungu

Diperbarui: 6 Desember 2023   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran model PBL dan metode multisensori (Dokpri)

Model Pembelajaran untuk siswa di sekolah reguler dan sekolah luar biasa ( SLB ) tentunya memiliki beberapa perbedaan . Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang bersekolah di SLB merupakan mereka yang mengalami hambatan intelektual, visual, audiotori, motorik, hingga disfungsi otak (Irdamurni, 2018). 

Dengan berbagai hambatan yang dialami oleh ABK ini, tentu tidak semua model pembelajaran dapat diterapkan kepada semua siswa dengan hambatan yang berbeda. Metode pembelajaran yang diberikan oleh guru tentu harus berpihak kepada peserta didik, dengan mengutamakan kepentingan perkembangan siswa sebagai acuan utamanya (Alhafiz,2022). Salah satu metode pembelajaran yang dapat diterapkan kepada ABK adalah metode multisensori.  Di dalam kegiatan pembelajaran metode multisensori sebaiknya diintegrasikan dengan model pembelajaran lainnya hingga terciptalah pembelajaran yang bermakna. Dan metode multisensori ini sangat tepat jika di modifikasi dengan model PBL dalam kegiatan pembelajaran mata pelajaran matematika pada siswa tunarungu.

Model Pembelajaran Based Learning (PBL ) merupakan pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual (Tan OnnSeng, 2000).  

Sedangkan Multisensori artinya memfungsikan seluruh indera sensori (indera penagkap) dalam memperoleh kesan-kesan melalui perabaan, visual, perasaan, kinestetis, dan pendengaran. 

Dampak dari aksi terhadap langkah-langkah yang dilakukan  menggunakan model Problem Based Learning, siswa mampu berpikir secara terbuka terhadap segala permasalahan yang ada ikut terlibat aktif dalam menyelidiki suatu masalah dalam pembelajaran, dan mampu mengaitkan segala permasalahan dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan penggunaan metode multisensori yaitu dengan pengggunaan kinestetik (gerakan) dan visual (penglihatan) dapat memberikan kemudahan bagi anak untuk memahami pembelajaran matematika terutama berhitung secara langsung.

Tentunya setiap metode pembelajaran, memiliki kelebihan dan kekurangannya sehingga guru dapat mengemas pembelajaran dengan menggunakan metode multisensori pada ABK , ini dapat mengatasi berbagai masalahnya dalam belajar.

Keterampilan dalam berliterasi dan numerasi dasar, tentunya sangat penting untuk dikuasai oleh siswa tunarungu karena ini berguna sepanjang hayatnya, karena setiap anak memilki tantangan yang berbeda. Sudah menjadi rahasia umum bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang dianggap sulit, terlebih bagi siswa tunarungu . Bagi siswa berkebutuhan khusus tunarungu , permasalahan pendidikan matematika tersebut akan menjadi lebih kompleks lagi , terlebih jika dikaitkan dengan matematika yang memuat simbol-simboldan grafik yang abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan matematika sulit dikomunikasikan. Upaya Menigkatkan pemahaman konsep matematika siswa tunarungu juga sulit dilakukan (Morimoto,2006). Di salah satu sisi matematika merupakan kebutuhan untuk menjalani hidup, sednagkan  di sisi lainnya konsep yang abstrak yang sulit dikomunikasikan. Untuk itu diperlukan intervensi agar anak tidak mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika (Nunes.T,2004)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline