Dua bulan lalu teman saya meminta saya menjadi saksi di sidang perceraiannya. Awalnya saya menolak, apalagi di agama saya hanya mengenal cerai mati. Tetapi dengan mendengarkan berbagai alasan yang dia kemukakan akhirnya saya mengiyakan dengan catatan saya hanya menjawab yang saya tahu saja.
Saya mengenalnya sudah 4 tahun, dan sejak itu setahu saya dia hanya tinggal berdua dengan putrinya saja di kamar kos sebelah kamar saya.
Hari persidangan tiba, kami berangkat bersama ke pengadilan agama. Kami duduk di ruang tunggu menunggu jadwal. Ramai. Ternyata yang mengurus perceraian banyak juga. Saya sebagai saksi ke 2.
Teman saya dipanggil ke ruang sidang, sementara saya masih menunggu di luar. Di sebelah saya ada seorang ibu yang sedang menangis. Saya senyum saat dia melihatku.
"Mau cerai juga?"
"Bukan. Saya saksi saja. Teman saya yang mau cerai sudah di dalam"
"Oh, teman mbak yang mau jadi janda batam?
Saya bengong. Janda Batam? Terdengar seperti sebuah pencapaian atau prestasi.
"Mbak penggugatnya ya"
"Iya, ini sidang pertama saya"
"Suami di mana mbak? Datangkah?"