Lihat ke Halaman Asli

DEWIYATINI

freelance writer

Liburan Panjang: Saat Warlok Jadi 'Tawanan' di Rumahnya Sendiri

Diperbarui: 18 September 2024   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi Dewi Yatini

Ah, liburan panjang. Bagi sebagian orang, ini adalah momen yang dinanti-nanti. Waktunya kabur dari rutinitas, menikmati pemandangan, dan merayakan kebebasan. Tapi bagi kami, warga lokal yang tinggal di destinasi wisata, liburan panjang adalah episode lain dari drama 'terperangkap di rumah sendiri'.

Begini, bayangkan suasana desa yang damai, jalanan lengang, dan udara segar yang biasanya jadi berkat harian. Lalu, tiba-tiba semua itu lenyap dalam sekejap saat gelombang wisatawan menyerbu. Jalanan yang biasanya cukup untuk dua motor sekarang tiba-tiba dipenuhi mobil dari luar kota, yang entah kenapa, tampaknya semuanya punya tujuan yang sama: macet total.

Bahkan kemacetan sudah sampai depan rumah, karena para wisatawan yang berbekal panduan Google Maps, mencari jalan pintas lewat jalan tikus. Nyatanya, semua berlaku sama sehingga macet total di semua titik. Kemacetan tidak terurai karena arus terkunci.

Sebagai warga yang taat, tentu kita sadar kalau keluar rumah di saat-saat seperti ini sama saja dengan undangan ke acara stres bersama. Jadi, solusi terbaik? Kurung diri di rumah. 

Biarkan para turis menghirup udara segar yang beraroma karbon monoksida dari kendaraan mereka sendiri, sementara kita mengamati keruwetan ini dari balik jendela, sambil menikmati kopi---walau dengan perasaan campur aduk antara kesal dan pasrah.

Tak jarang, ada yang bertanya, "Kok nggak ikutan liburan?" 

Hmm, kalau definisi liburan adalah terjebak macet selama 3 jam untuk jarak tempuh 2 kilometer, ya, terima kasih, tapi saya sudah kenyang. Lebih baik saya 'liburan' di rumah saja, duduk nyaman di teras sambil menyaksikan 'hiburan' gratis berupa klakson bersahut-sahutan.

Dan apa kabar soal tempat wisata yang katanya indah dan tenang? Saat liburan panjang, tempat itu lebih mirip pasar malam yang penuh sesak. Lalu lintas padat, orang berdesakan, suara bising di mana-mana. Tenang? Jauh dari itu. Malah kita yang tadinya tenang jadi ikut-ikutan stres.

Intinya, sebagai warga lokal di destinasi wisata, liburan panjang lebih mirip ujian kesabaran. Kami yang biasanya menikmati ketenangan, sekarang justru jadi korban yang tersandera di rumah sendiri. Jadi, selamat berlibur, wisatawan! Kami yang tinggal di sini akan berlibur... dari macetnya liburan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline