Hari itu, saya sembelit. Keterlaluan, karena waktunya bertepatan dengan waktu jalan-jalan dan survey. Ya, saya gak mau sebut itu kerja. Bikin mumet yang sembelit.
Ada pesan penting. Ada kasus pembunuhan subuh di desa tetangga. Saya bukan polisi, makanya tidak buru-buru ke tempat kejadian perkara. Kejadian subuh, informasi jam 8 pagi.
Sambil meredakan sembelit, bersiap untuk survey. Anggaplah si sembelit reda, bermotor berboncengan dengan Paksu, menyusuri gang menuju lokasi.
Paksu bingung sebelah mana lokasinya. Mau tanya, tidak ada orang. Sepi. Patokan belakang sekolah.
Sebagai yang dibonceng, mata harus sigap seperti elang. Saat tiba di sebuah persimpangan, kepala saya menoleh kanan. Tampak sebuah rumah yang sudah dipasangi garis polisi. "Ini dia rumahnya," sambil menghampiri rumah yang tampak asri itu.
Sebetulnya kronologi versi laporan polisi sudah ada, tapi rasanya tidak pol saja jika tidak datang ke lokasi, ngobrol dengan tetangganya. Tapi ini, sungguh sepi. Tiada yang lewat.
Hingga satu waktu, datanglah seorang lelaki dengan sepeda motor. Rupanya kurir paket. Waktu ditanya, dia mau mengantar paket pakaian ke rumah yang dipasangi garis polisi. Sungguh kebetulan.
Saat itu, hanya saya, paksu, dan seorang kawan yang tiba lebih dulu. Kalau jaman dulu, model seperti ini disebut 'berita eksklusif'. Karena hanya didapat oleh segelintir orang.
Kami mendapat sejumlah testimoni baik tentang korban. Jangan tanya soal kejadian, dipastikan dia tidak tahu.
Bergulirlah kisah si kurir yang terbilang sering mengantarkan paket korban. Termasuk tentang sosok si mantan pembantu yang mengaku telah menghilangkan nyawa korban.