(15/12/23) Dalam upaya melakukan studi lapangan mengenai perkembangan kebudayaan yang ada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kami memilih untuk melakukan kegiatan observasi di Desa Hambaro. Kami dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, dibawah naungan Bapak Dosen Pengampu Pengantar Pengembangan Masyarakat, yaitu Bapak M. Jufri Halim, S.Ag.M.Si.
Observasi ini dilakukan secara berkelompok, dimana saya memfokuskan masalah tentang kebudayaan yang ada di Desa Hambaro yang terletak di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam melukan observasi pada desa ini, saya rasa kebudayaan disini beragam dan dapat memupuk rasa kekeluargaan yang erat. Kami melakukan wawancara kepada pimpinan lembaga kesenian Desa Hambaro yang bernama Bapak Iyan untuk mendapatkan informasi yang konkret.
Jadi kesenian yang ada di desa ini berupa :
1. Qasidah untuk ibu-ibu
2. Marawis untuk anak-anak
3. Akustik Religi untuk remaja
4. Tari Jaipong untuk anak sd sampai smp
5. Pencak silat untuk anak-anak
Biasanya mereka mengeksplorasinya dengan mengikuti acara pementasan yang diadakan disuatu tempat atau lewat hajatan di kampung. Latihannya itu tergantung hari, seperti qasidah seminggu sekali, marawis seminggu 2x. Untuk akustik religi, alat yang digunakan itu bisa berupa gitar akustik, bass, dan kajon.
Kesenian tradisional tari jaipong ini biasanya kalau latihan mandiri itu seminggu sekali, dan dilakukan setelah sholat jumat. Kalau di hari jumat tidak bisa, itu digantikan ke hari minggu. Untuk tempat sendiri itu telah disediakan di sanggar lingkungan seni. Untuk kesenian ini juga biasanya dimulai dari anak sd sampai smp. Kalau untuk latihan pakai pelatih itu biasanya dilakukan sebulan sekali. Terkait dengan adanya pentas seni, mereka melakukan latihan hampir setiap hari.
Pelatihnya itu sudah kenal dekat dengan orang yang mengurus kesenian disana, karena dari junior di kampusnya dulu. Kami menanyakan juga terkait pelatihnya itu apakah dibayar seikhlasnya atau melakukan itu secara sukerala dan beliau menjawab bahwa pelatih itu melakukan secara sukarela, karena bidang ini sudah sangat melekat dalam dirinya. Kesenian disana juga ada pencak silat anak-anak tapi kurang berjalan. Karena pengurus kebudayaan ini sedikit sibuk, jadi tidak bisa keurus.
Hari besar nasional di desa ini, kayak khususan di PHBN itu ada gelar seni. Gelar seni dilakukan setahun sekali, ini dilakukan secara berkelompok dan dibagi menjadi 5-6 grup. Seperti qasidah, marawis, akustik, tari jaipong, dan silat. Dan kalau adanya acara ini dilakukan dari pagi sampai malam. Filosofi gelar seni ini diadakan karena adanya pandemi corona. Jadi pengurus kebudayaan disana, membuat kegiatan ini untuk mengisi waktu luang mereka. Dimulai dari qasidah, lalu marawis, setelah itu akustik yang dilatar belakangi dengan adanya komunitas yang memainkan gitar dan menyukai musik. Dan baru adanya tari-tarian, karena banyak anak-anak yang minat dengan tarian.
Dalam PHBI, Desa Hambaro ini sangat kuat dan terkenal dengan desa santrinya. Dalam merintis tari jaipong ini juga pernah tidak disetujui oleh tokoh masyarakat lainnya disana. Namun Pak Iyan ini meyakinkan bahwa jangan hanya melihat tariannya saja, tapi didalamnya juga terdapat nilai-nilai yang ditanamkan. Untuk memperkuat itu, beliau menyebutkan bahwa kegiatan tersebut sudah terdaftar di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bogor.
Banyaknya harapan yang ingin dicapai oleh Bapak Iyan, untuk mengembangkan lebih lanjut mengenai kebudayaan di desa hambaro ini. Tapi karena kurangnya dana, menjadi penghambatnya perkembangan budaya yang ada. Kami berharap semoga kedepannya desa ini, dapat mengembangkan lebih banyak pontensinya di bidang kebudayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H