Lihat ke Halaman Asli

Dewanto Samodro

Pembelajar yang mengabdikan diri menjadi pengajar

Antara Angkringan, Hik, dan Kucingan

Diperbarui: 13 Juni 2022   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foodie. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masyarakat di wilayah Jogja, Solo, dan Semarang (Joglosemar) mengenal makanan murah meriah nan merakyat yang dijual menggunakan gerobak dan tenda sederhana. Meskipun berbeda penyebutan, menu yang ditawarkan serupa, yaitu sekepal nasi yang dibungkus, aneka gorengan, aneka sate, dan aneka minuman.

Di Jogja dan sekitarnya, warung yang menjual menu seperti itu disebut dengan angkringan. Sementara di kawasan Solo lebih akrab dengan sebutan warung hik dan di Semarang disebut dengan kucingan. Serupa, tapi bila diperhatikan ada perbedaannya.

Angkringan jogja, biasanya hanya menyediakan nasi dengan teri atau oseng tempe (di Jakarta biasanya disebut orek tempe) dengan sambal kering. Ukurannya cukup mini, sehingga konsumen biasanya tak cukup kenyang hanya makan sebungkus.

Beberapa bungkus nasi biasanya dimakan bersama sambal yang disediakan terpisah dengan lauk gorengan, biasanya tempe goreng tepung dan bakwan (bukan bakwan ala Surabaya dan Malang yang wujudnya bakso kuah ya); baceman tempe dan tahu; serta berbagai macam sate jerohan ayam yang dimasak dengan bumbu bacem seperti hati, ampela, jantung, usus, dan kulit atau telur puyuh.

Warung angkringan Jogja biasanya menggunakan tungku arang untuk menjaga teh dan wedang jahe tetap panas, dengan teko yang bentuknya cukup khas. Selain untuk menjaga minuman tetap panas, tungku arang biasanya juga digunakan untuk membakar aneka sate dan gorengan.

Kekhasan lain adalah penerangan warung yang biasanya hanya menggunakan lampu tempel (orang Jawa biasanya menyebutnya teplok) sehingga pencahayaan di dalam warung cukup remang-remang.

Warung hik dari Solo hampir serupa dengan warung angkringan Jogja. Varian nasi bungkusnya hampir sama, hanya ada dua macam dengan teri dan oseng tempe. Namun, varian satenya lebih banyak. Selain sate dari jerohan ayam dan telur puyuh, di warung hik juga ada kikil, otak-otak, scallop, dan lain-lain.

Tungku arang dengan teko khas untuk teh dan wedang jahe juga serupa. Bara dari tungku arang juga sama digunakan untuk membakar sate dan aneka lauk yang disediakan.

Konon, kata "hik" pada warung hik Solo berasal dari singkatan "Hidangan Istimewa Kampung", tetapi ada juga yang mengaitkan dengan suara cegukan karena makan makanan kering tidak berkuah.

Yang betul-betul berbeda barangkali adalah warung kucingan di Semarang. Sama-sama menggunakan gerobak dan tenda sederhana, tetapi menu yang ditawarkan kucingan berbeda dengan angkringan dan hik.

Nasi bungkus yang disediakan lebih bervariasi. Nasi teri sambal dan nasi oseng tempe tetap ada, tetapi ada juga nasi goreng, nasi ayam, nasi cumi, nasi sarden, dan lain-lain. Lauk yang disediakan juga lebih bervariasi, tidak hanya sate-satean dan gorengan yang ada di angkringan dan hik, misalnya pangsit goreng dan aneka krupuk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline