Lihat ke Halaman Asli

Humanity Beyond Borders

Diperbarui: 23 Agustus 2021   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Swa Foto bersama anak Yatim Piatu One Love @Kinshasa (Dok. Pribadi)

Waktu Baca 4 menit

Kinshasa - Dalam kesempatan beberapa kali kunjungan ke Afrika, mungkin negara inilah yang paling membuat surprise. 

Bukan hanya tentang pemberitaan pandemi Ebola yang belum berakhir tetapi juga konflik antar suku juga ramai di beritakan di media online.  

Terlebih pandemi global Covid 19 juga masih menjadi headline berita nasional. Bahkan beberapa hari sebelum kami berangkat ada artikel lucu yang kami terima dari Negara Democratic Republic of Congo (DRC), yakni terjadi pencurian penis di negara terbesar kedua di Benua Afrika itu, Wow!


Lawatan kali ini masih dengan misi bisnis membawa bendera Indonesia di Benua Afrika.
Kami bersama beberapa delegasi lainnya dari Indonesia lainnya terbang dari Jakarta, transit Istanbul sehari dan berlanjut ke Kinsasha .Kurang lebih total 31 jam 


Dalam 2 minggu kunjungan di Kinsasha DRC, salah satu agendanya adalah kunjungan ke Panti Asuhan One Love. Panti asuhan rekomendasi partner kami di Kinshasah, menampung kurang lebih 40 anak laki laki ini di kelola oleh pasangan suami istri muda. 

Ketua panti asuhan adalah  orang DRC dan sementara istri dari ketua panti asuhan adalah orang eropa warga negara Belgia. Keduanya masih muda, dibawah umur 40 tahun perkiraan saya.


Sekira  menjelang magrib, kami tiba di panti asuhan, anak-anak d sana menyambut dengan menyapa, "Bienvenue" atau selamat datang dalam bahasa prancis, bahasa nasional di DRC. "Hello le garons", hai anak anak (laki-laki), kami timpali sekenanya.


Rata-rata usia penghuni panti asuhan dibawah 20 tahun. Bahkan ada yang mungkin seumuran anak TK. Kami bawakan Fufu (bahan makanan pokok di sana; sumber karbohidrat, nama lokal adalah Farin),  beberapa ekor ayam potong segar, susu bubuk, mainan,alat tulis dan beberapa perlengkapan pendukug kegiatan belajar mengajar termasuk juga kaos kaki dan celana dalam.


Sambutan para anak panti asuhan sungguh bersahaja, sederhana dan bahagia. Semua senang kami datang. Perasaan di hati kami bukan sedih karena meratapi nasib anak anak yang tumbuh tanpa ayah dan ibu, tetapi penuh rasa syukur. Jauh dari Indonesia, kami bisa berbagi rasa bahagia dengan sesama. 


Rasa kemanusiaan tidak mengenal ras, suku, agama maupun geografis administratif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline