Lihat ke Halaman Asli

Juara

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Assalamu’alaikum,, perkenalkan namaku Juara. Aku adalah anak pertama dan satu – satunya dari keluarga yang sangat kaya. Ayahku adalah pengusaha tambak udang yang sangat sukses. Sedangkan ibuku adalah mantan putri indonesia yang sangat cantik. Ayah dan ibuku adalah pasangan yang sangat serasi. Banyak orang – orang yang iri melihat kebahagiaan kedua orangtuaku saat ayahku menikahi ibuku. Mereka iri karena pasangan itu sangat serasi sekali. Ayahku yang berbadan tegap dan kekar, tinggi 175 cm dan rambut hitam agak ikal dengan hidung yang mancung serta kumis yang tipis, membuat para wanita sangat mengimpikannya saat itu. Akan tetapi ayahku tidak pernah menghiraukan mereka.

Ayahku saat itu belum memikirkan untuk mencari pasangan. Hingga suatu saat ayahku melihat tayangan televisi, disana sedang diadakan acara pemillihan putri indonesia. Ayahku tertarik pada salah satu nominator putri indonesia tersebut, yang ternyata dia menjadi juara satu putri indonesia. Ayahku saat itu sangat menginginkan dia, maka dikejarlah putri tercantik di indonesia itu. Singkat cerita perjuangan Ayahku tidak sia – sia. Ternyata gayung bersambut, setelah Ayahku  menyatakan ingin menjadi pelindung setia sang putri cantik, si putri cantikpun menerima dengan senang hati. Akhirnya mereka menikah dengan perasaan yang sangat bahagia. Mungkin kebahagiaan mereka melebihi kebahagiaan pernikahan Cinderella ataupun Putri Salju. Dari pernikahan mereka itu lahirlah aku.

Aku terlahir sempurna setelah ibuku mengandung aku selama sembilan bulan. Aku lahir dengan sehat di sebuah rumah sakit di kotaku. Setelah aku lahir dengan selamat, maka Ayahku memberikan aku nama “Juara”, dengan harapan aku akan menjadi juara di dalam kehidupan ini. Ketika aku masih bayi, kedua orangtuaku sangat senang sekali memiliki anak yang lucu seperti aku. Mereka begitu menyayangi aku sepenuh hati, sehingga apapun permintaanku waktu itu selalu dikabulkan. Hingga suatu hari aku diajak main oleh ibuku yang cantik itu ke sebuah mall. Ketika itu suasana begitu ramai sekali, karena aku masih kecil sehingga aku belum tahu apa – apa waktu itu. Aku berjalan sendiri dan terus berjalan, tanpa sadar ibuku mendapati aku sedang naik sebuah eskalator. Dan posisiku pada saat itu sangat berbahaya sekali, aku hendak terjatuh dari eskalator tersebut. Ibuku yang melihat keadaanku saat itu langsung berlari meraihku, dan “huppp” akhirnya ibuku berhasil meraihku dan aku selamat dari keadaan itu. Namun ternyata aku hanya selamat sendirian, ibuku yang menolongku tak dapat menjaga keseimbangan sehingga ibuku terpeleset dan jatuh. Ibuku jatuh dari ketinggian tiga meter, dan kepala ibuku terbentur dengan lantai. Alhamdulillah beliau selamat dari maut, tapi keadaannya sekarang beliau terserang stroke. Sehingga ibuku tidak bisa bergerak dengan bebas lagi.

Mengetahui hal itu ayahku sangat terkejut. Ayahku saat itu syok dan hampir pingsan, untung ndak sampai pingsan. Setelah kejadian itu seluruh hari – hari ayahku hanya dihabiskan untuk menjaga keadaan ibuku. Sehingga semuanya terlantar, hampir saja usaha ayahku bangkrut. Untung saja ada karyawan yang baik hati yang mau menjaga tambak itu dengan baik. Meskipun dia selalu minta yang lebih, tapi nggak apa – apa lah. Setiap hari ayahku dengan setia menjaga ibuku, seperti janjinya dulu ketika pertama kali meminang ibuku. Ternyata ayahku sosok yang sangat setia. Hehe.....

Akan tetapi, aku yang semakin besar kini semakin tidak mengerti dengan diriku. Aku tidak mengerti kenapa namaku tidak sesuai dengan prestasiku saat ini. Waktu aku kecil, pas menginjak taman kanak – kanak aku selalu menjadi murid yang hafalannya kurang. Teman – teman sudah hafal lagu – lagu anak – anak, aku malah banyak nangis setiap hari. Malahan aku juga ndak bisa berhitung sama sekali. Payah... ketika menginjak sekolah dasar, lebih – lebih lagi. Aku selalu mendapat juara satu, tapi jika dihitung dari belakang, alias aku selalu menjadi yang terakhir. Bahkan prestasi yang paling memalukan saat itu adalah, aku tidak naik kelas selama sekolah dasar sebanyak 4x, hingga ayahku merengek – rengek kepada guruku waktu itu untuk menaikkan aku ke kelas berikutnya, karena saking malunya saat itu. Ketika acara kelulusan SD, saat itu perpisahan. Masing – masing anak harus maju kedepan untuk mempersembahkan sesuatu yang membanggakan. Semua teman – temanku ada yang baca puisi, ada yang nyanyi, ada yang melucu, aku yang paling terakhir malah pipis di celana di depan seluruh orangtua murid. Sungguh bukan prestasi yang membanggakan.

Masuk SMP lebih parah lagi. Aku masuk ke sekolah swasta karena nilaiku adalah paling jelek. Di sekolah swasta ternyata sekolahnya sangat kacau. Banyak anak – anak nakal di sekolah itu. Dan aku adalah yang selalu menjadi bahan ejekan mereka. Setiap hari pasti aku harus pulang dengan sesuatu hal sial yang menimpaku. Rasanya aku menjadi pesakitan di sekolahku waktu itu. Sungguh aku mulai gerah dengan namaku sendiri. Sempat aku minta kepada ayahku untuk mengganti namaku saja. Aku tidak mau memakai nama “Juara” lagi. Tapi ayahku selalu menasihatiku dengan sabarnya. Aku tidak bisa apa – apa lagi kalau sudah begitu. Saat aku menemani ibuku, aku juga meminta hal yang sama waktu itu, tapi ibuku yang tidak bisa bicara malah meneteskan air mata. Aku tahu ibuku juga pasti tidak ingin aku mengganti namaku. Karena nama itu adalah nama yang diberikan oleh ayah dan ibuku saat ibuku sangat bahagia menjadi juara di indonesia. Bukan juara putri indonesia, tapi juara karena menjadi pasangan yang paling serasi di indonesia.

Saat melihat air mata ibu itu, aku menjadi termotivasi kembali. Rasanya aku ingin bangkit dari keterpurukan ini. Aku menjadi lebih bersemangat lagi. Tapi ketika masuk ke sekolah, kembali teman – teman mengerjai aku lagi. Huffhh…. aku memang tidak bisa apa – apa. Aku selalu menjadi pesakitan di SMP. Hingga akhirnya sesuatu yang aku tunggu – tunggu datang. Hari itu adalah hari dimana pengumuman hasil ujian akhir nasional dipajang di mading sekolah. Saat itu aku masih ragu, apakah aku bisa lulus atau tidak. Dengan perasaan yang tidak karuan ternyata setelah membaca mading. Horeee... aku lulus,, alhamdulillah,, akhirnyaa aku lulus dan akan masuk ke SMA. Walaupun,,,, tau nggak saat itu aku berada di posisi berapa,, seperti yang sudah diduga, aku berada di posisi yang paling buncit. Tapi ndak apa – apa lah, yang penting lulus dan bisa terbebas dari orang – orang jahil itu.

Saat masuk ke SMA, aku kembali masuk ke SMA swasta. Tapi teman – teman yang aku temui lebih ramah. Mungkin perasaan mereka sudah agak dapat diatur. Maksudnya sudah lebih dewasa kali yah. Jadi aku mulai diterima di tengah – tengah kawan – kawan semua. Saat itu aku sangat bahagia, meskipun aku selalu di ejek juga, mengapa namaku “Juara” tapi aku bukanlah juara. Tapi ndak apa – apalah, aku bangga dengan nama ini, karena ini adalah nama yang diberikan oleh orangtua.

Ketika SMA inilah aku mulai mengenal wanita. Aku tertarik pada wanita yang baru saja aku temui di kantin. Dia satu angkatan sama aku, cuman beda kelas. Saat pertama kali melihatnya, aku merasa ada petir yang menyambar di dalam hatiku “sreshhhh!!!” pecah hatiku dan menyatu kembali. Aku jatuh cinta. Wahh,, inikah yang dulu dirasakan oleh ayah saat melihat ibuku? Aku mulai bertanya – tanya. Tapi tidak ada yang menjawab, karena aku bertanya hanya dalam hati. Akhirnya aku setiap hari selalu menyempatkan diri untuk sejenak melihat wajahnya, curi – curi pandang. Dan setiap aku melihatnya aku merasakan hal yang sama, seakan petir menyambar di hatiku “sreshhhh!!!” pecah hatiku dan menyatu lagi. Begitu setiap hari.

Hingga memasuki kelas 3 SMA aku masih memendam perasaanku itu. Aku tidak berani menceritakan perasaanku itu pada siapapun. Aku yakin jika aku menceritakan itu, pasti teman – teman akan mengejekku. Maka lebih baik aku simpan dalam hati saja sampai aku tak kuat lagi. Ternyata benar, aku tak kuat lagi menahan perasaan ini. Aku memberanikan diri bertanya kepada ayahku tentang perasaan ini. Eehh,,, ternyata dugaanku benar. Ayahku malah mengejek aku,,, hahaha.... dasar pecundang...

Oohh tidak,, aku pecundang? Aku mulai bertanya dalam diriku. Kenapa aku menjadi pecundang seperti ini? Aku adalah juara, juara seperti yang selalu ayah katakan ketika aku bersedih. Tetapi kenapa ayaku bilang aku pecundang? Aku tidak boleh menjadi pecundang. Aku harus bangkit, dan membuktikan kepada ayah bahwa aku adalah juara, juara adalah juara. Maka aku harus mengungkapkan perasaanku itu pada dia, gadis impian. Tekadku udah bulat, besok pagi aku akan menyatakan cinta ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline