Apalah arti saya bila dibandingkan dengan seorang Anies Baswedan. Saya yamg hanya lulusan Aliyyah, dan kini tengah mengumpulkan biaya untuk melanjutkan pendidikan, tentu tak sebanding dengan rentetan gelar yang disandang oleh Bung Anies. Belum lagi soal garis keturunan, tak ada yang bisa dibanggakan. Garis keturunan saya yang hanya buruh "ngaput" topi tentu jauh berbeda dengan garis keturunan Bung Anies yang notanene seorang pejuang dan tokoh kemerdekaan Indonesia. Satu-satunya kebanggaan diri saya ialah bahwa sedari kecil saya lahir dan besar dalam lingkungan pesantren.
Walhasil, apalah arti saya bila dibandingkan dengan Bung Anies. Wajar pula jika saya mengagumi Bung Anies.
Namun, menyaksikan video rekaman ceramah Bung Anies di hadapan penyimak, yang salah satunya ialah Habib Riziek, membuat saya tercenung. Pernyataan Bung Anies, "Bahwa sebelum tahun 1934, nama Indonesia belum ada", membuat dahi saya berkerenyit.
Pertama, tidak ada yang salah dengan pernyataan Bung Anies, meskipun tidak pula benar. Mengutip Fachri Ali ketika diskusi buku "AR Baswedan: Membangun Bangsa Merajut Keindonesian", seperti dikutip dari Historiaonline, ketika itu (1934), Indonesia masih berupa konsep. AR Baswedan berani menyatakan dirinya dan kaumnya bertanah air Indonesia. (Lihat Historia: AR Baswedan: Perajut Keindonesiaan).
Namun tidak pula benar jika Bung Anies menyatakan bahwa sebelum tahun 1934 nama Indoneia belum ada. Enam tahun sebelum Sumpah Pemuda keturunan Arab digelar, di sebuah rumah kontrakan, yang kini berada di Jalan Kramat Raya 106, sekelompok pemuda menggelar perkumpulan yang kemudian menjadi cikal bakal Sumpah Pemuda 1928. Sumpah Pemuda 1928 melahirkan tiga butir kesepakatan, yang intinya bersepakat bertanah air, berbangsa dan berbahasa Indonesia. Bahkan lagu kebangsaan "Indonesia Raya" pertama kali diperdengarkan pada Kongres Pemuda II pada tahun itu.
Jika AR Baswedan pada tahun 1934 mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI), maka empat tahun sebelumnya, pada tahun 1932, kaum keturunan Tionghoa di Indonesia telah terlebih dahulu mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI), yang berorientasi sama dengan PAI yakni nasionalis.