Lihat ke Halaman Asli

dewafreelance

Seorang Freelance yang mempunyai hobi membaca dan menulis tentang isu dan informasi serta di tulis kembali dalam bentuk karya

Tak Tergapai oleh Cintaku

Diperbarui: 13 November 2024   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Puji adalah gadis yang selalu hadir dalam lamunanku, menari-nari di antara harapan dan kenyataan yang tak pernah bisa kugapai. Pertemuan pertama kami terjadi di sebuah perpustakaan kecil di pinggiran kota, tempat aku sering menghabiskan waktu mencari ketenangan di antara deretan buku yang seolah memahami isi hatiku lebih dari siapa pun.

Hari itu, Puji duduk di sudut ruangan dengan buku tebal terbuka di pangkuannya. Rambutnya yang hitam panjang tergerai lembut, menutupi sebagian wajahnya yang anggun. Ada sesuatu yang membuatku terpikat padanya, seperti magnet yang menarikku untuk mendekat.

Saat itu, aku memberanikan diri untuk menyapanya. "Hei, buku apa yang sedang kamu baca?" tanyaku sambil menunjukkan senyum terbaikku, berharap dia tidak akan menganggapku aneh.

Dia menatapku sejenak, lalu tersenyum lembut. "Ini buku tentang sejarah seni. Kamu juga suka membaca?"

Kami pun terlibat dalam percakapan panjang tentang buku, seni, dan banyak hal lainnya. Sejak saat itu, aku tahu bahwa Puji adalah seseorang yang istimewa.

Setiap kali kami bertemu, aku merasakan ada harapan yang tumbuh di dalam hatiku. Namun, semakin lama, aku menyadari bahwa harapan itu mungkin hanya sebuah ilusi. Puji adalah gadis yang cerdas dan berwawasan luas, selalu dikelilingi oleh banyak teman yang mengaguminya. Sementara aku, hanyalah seseorang yang berusaha keras untuk bisa sejajar dengannya.

Suatu hari, aku memberanikan diri untuk mengajaknya makan siang. Kami pergi ke sebuah kafe kecil yang nyaman, tempat kami bisa berbicara lebih bebas tanpa gangguan. Di sana, aku memutuskan untuk mengungkapkan perasaanku yang sesungguhnya.

"Puji, aku suka sama kamu," ucapku dengan suara bergetar. "Sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita."

Dia terdiam sejenak, menatapku dengan mata yang sulit diartikan. "Aku menghargai perasaanmu, tetapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang sama," katanya dengan lembut. "Aku masih fokus pada banyak hal lain dalam hidupku saat ini."

Jawabannya membuat hatiku hancur, meskipun aku sudah mempersiapkan diri untuk kemungkinan itu. Namun, aku tahu bahwa aku harus menghormati keputusannya.

Meski Puji menolak perasaanku, aku tidak bisa sepenuhnya melepaskan rasa cinta ini. Kami tetap berteman, dan aku berusaha untuk tetap ada di sampingnya, meski hanya sebagai seorang teman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline