Bagi beberapa orang liburan adalah sebuah kebutuhan. Entah itu kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Pilihan tempat liburan pun ada beraneka ragam, bisa di dalam negeri ataupun di luar negeri. Saya cukup beruntung lahir dan bisa tinggal di Bali, salah satu daerah tujuan liburan favorit di Indonesia. Mudah saja mencari tempat-tempat nyaman untuk melepas penat. Ketika yang lain musti merogoh kocek cukup dalam untuk berwisata ke Bali, saya paling habis buat ongkos bensin dan parkir.
Untuk berlibur ke luar negeri, nasib saya masih boleh dibilang cukup beruntung. Kejadiannya kurang lebih dua tahun yang lalu. Berkat prestasi kerja ibu, saya dan adik-adik bisa berkunjung ke Hongkong dan Macao. Bentuknya berupa paket perjalanan bersama dengan dua puluh orang lainnya. Itu untuk kali pertama kami berempat bisa pergi bareng. Maka tidak heran, kalau Macao jadi salah satu tempat yang berkesan.
Dini hari kami sudah berkumpul di bandara Ngurah Rai. Penerbangan langsung directdari Bali ke Hong Kong Internasional Airport. Kalau tidak salah ingat, menghabiskan waktu sekitar empat sampai lima jam di udara. Begitu tiba kami langsung disambut oleh guide. Pendamping kami itu adalah seorang wanita paruh baya.
Meski sudah berumur, ternyata dia itu sangat energik dan sangat fasih berbahasa Indonesia. Tidak pernah lelah dia bercerita sepanjang ada di bus. Kadang dia malah tertawa-tawa sendiri, yang ikut memancing tawa kami. Padahal tidak sedikit dari kami yang kurang paham, akibat logat dan kecepatan bicaranya.
Di Hong Kong, waktu kami lebih banyak habis untuk persiapan acara anniversary. Memang travellingkali itu dirangkai dengan acara perusahaan. Begitu selesai, waktu yang tersisa hanya cukup untuk berbelanja oleh-oleh. Itu pun agak berkejaran, karena kami harus bergegas menuju Terminal Ferry, untuk lanjut ke Macao.
Ternyata dari Hong Kong ke Macao bisa ditempuh lewat laut, tidak lebih dari satu jam perjalanan. Meski demikian, prosedur administrasi imigrasi tetap harus kami lakukan. Cuma enaknya kita tetap tidak perlu memakai visa. Agak bikin bingung memang pembagian yurisdiksi di wilayah ini. Hong Kong, Taiwan, dan Macao bukan negara yang berdaulat. Ketiganya masuk daerah administrasi khusus, yang merupakan bagian dari Tiongkok. Namun demikian, masing-masing memiliki kewenangan imigrasi yang terpisah.
Informasi dari guide kami, kalau kedepannya dari Hong Kong ke Macao bisa lewat darat. Itu karena sedang digarap proyek jalan tol di atas laut. Selama berada di atas turbo jet, pemandangan indah nan biru terhampar di sekeliling kami.
Tiba di Macao, kami sudah disambut oleh guidelain. Kali ini laki-laki paruh baya. Pendamping kami yang ini jauh lebih kalem, dan baru menjelaskan kalau ditanya. Mengamati ke sekeliling, ternyata banyak sekali stand kendaraan umum dan hotel di depan terminal. Kalaupun datang backpacker-an tanpa guideke Macao, seperti bakal aman-aman saja. Di Macao inilah kami puas seharian berjalan-jalan, karena tidak ada lagi embel-embel acara tambahan. Itu pun tidak banyak tempat dapat di kunjungi, karena keterbatasan waktu. Selama berkeliling terlihat kalau budaya Macao adalah perpaduan Tiongkok, Kanton, dan Portugis.
Kami sempat mengunjungi Ruins of St. Paul, Senado Square, A-Ma Temple, Wynn Hotel, The Venetian, dan terakhir Lisboa Hotel.
Ruins of St. Paul dan Senado Square ini lokasinya berdekatan. Bisa dibilang keduanya adalah landmarkdari Macao. Kalau belum fotoan disini, belum sah rasanya kunjungan kita ke Macao. Ruins of St. Paul adalah sisa bangunan yang dulunya merupakan sebuah gereja, pada masa penjajahan Portugis.
Di tahun 1835, gereja ini diserang angin topan, sehingga menyisakan hanya bagian depannya saja. Sedangkan Senado Square ini katanya sih Pasar Baru-nya Macao. Banyak sekali toko-toko yang menjual souvenir dan makanan khas Macao. Cocok buat wisata kuliner ala-ala food street. Sayang, saya tidak sempat mencicipi salah satunya, karena kehabisan waktu berburu souvenirdan makanan kecil untuk oleh-oleh.