Lihat ke Halaman Asli

Kearifan Lokal Pade Gelahang Wujud Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali (Eksistensi Nilai Antikorupsi Dimulai dari Desa)

Diperbarui: 11 Juli 2024   08:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"hidup sederhana, gak punya apa-apa tapi banyak cinta, hidup bermewah-mewahan, punya segalanya tapi sengsara..."

~Slank~

Lirik lagu diatas seakan menggambarkan bahwa kehidupan akan terasa sengsara apabila melakukan tindakan di luar dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kehidupan yang sederhana jauh memiliki dampak berkelanjutan dan terasa lebih tenang dibandingkan dengan kehidupan yang bermewahan tetapi penuh dengan rasa takut dan kecemasan. 

Semua hal ini dapat kita rasakan ketika menjalani hidup dalam sosial bermasyarakat, ditambah dengan adanya "viral" yang berdampak pada labelling sanksi sosial yang begitu luar biasa, menjadi koridor dalam menjalani segala kehidupan ini dengan penuh kehati-hatian. 

Untuk mencapai rasa aman dan tenang tersebut, pastinya diperlukan sebuah transparansi dan akuntabilitas akan segala bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma yang ada. Mengedepankan prinsip bahwa apapun yang dikelola yang bersumber dari masyarakat harus mampu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat juga, mutlak menjadi hal penting dalam menumbuhkan jiwa anti-korupsi di era globalisasi ini.

Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan organisasi menjadi bagian dari penerapan prinsip good governance. Dampak dari transparansi dan akuntabilitas ini diharapkan mampu meningkatkan rasa saling percaya para stakeholders dalam suatu organisasi. Akuntabilitas publik dinyatakan sebagai bentuk pertanggungjawaban, dalam menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan yang dijalankan pihak penerima amanah (agent) kepada pihak pemberi amanah (prinsipal) (Tanasal et al., 2019). 

Sedangkan Mardiasmo (2014) mengungkapkan akuntabilitas publik adalah penyampaian dan pertanggungjawaban mengenai segala aktivitas yang dibuat oleh pihak yang melaksanakan aktivitas kepada yang memberikan kewenangan untuk menjalankan aktivitas tersebut. Sebagai sebuah pemahaman tradisional, sesungguhnya akuntabilitas secara akal sehat memperlihatkan pemberian dan penerimaan dari suatu sebab. 

Grossi (2019) menjelaskan pula bahwa akuntabilitas menuntut adanya jawaban dari keterkaitan hubungan antara pihak internal dan pihak ekternal dalam suatu organisasi. Tuntutan akuntabilitas tersebut tidak lain sebagai cerminan hak masyarakat dan kelompok masyarakat yang timbul akibat hubungan masyarakat dengan organisasi itu sendiri. 

Akuntabilitas sebagai prasyarat untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan (going concern) dimaknai sebagai perwujudan atas kewajiban yang diamanatkan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan menjalankan atas tujuan organisasi.

Penerapan akuntabilitas tidak saja merupakan kewajiban bagi organisasi profit. Akuntabilitas menjadi salah satu azas penerapan good governance juga merupakan perhatian yang serius bagi entitas nonprofit, seperti lembaga sosial kemasyarakatan dan organisasi sosial religius yang merupakan bagian dari organisasi nonprofit yang disebut pula "nirlaba". 

Dalam entitas nonprofit, pertanggungjawaban keuangan merupakan tuntutan yang diyakini mampu meningkatkan nilai kepercayaan masyarakat /publik terhadap jalannya roda organisasi. Untuk di Bali sendiri terdapat salah satu bentuk organisasi yang bersifat kemasyarakatan serta bernafaskan hukum adat Bali yang dikenal dengan nama "desa adat".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline