Bisnis Keluarga Tionghoa-Indonesia: Warisan Ketahanan dan Adaptasi
By Alexander Batara Marpaung
Kisah bisnis keluarga Tionghoa-Indonesia adalah cerita tentang ketekunan, inovasi, dan kemampuan luar biasa untuk menghadapi lanskap politik dan ekonomi Indonesia yang penuh gejolak. Dari masa awal kemerdekaan hingga era ekonomi global saat ini, keluarga-keluarga ini memainkan peran penting dalam membentuk perekonomian Indonesia sambil menghadapi tantangan terkait identitas, politik, dan komunitas.
Awal yang Sederhana di Republik Baru
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tahun 1945, orang Tionghoa-Indonesia, yang sebagian besar telah menjadi pedagang dan pengusaha selama beberapa generasi, menemukan diri mereka berada di persimpangan jalan.
Di bawah pemerintahan kolonial Belanda, mereka menjadi perantara dalam perekonomian, menempati posisi tengah antara penduduk pribumi dan elite kolonial. Posisi ini memang memberikan peluang ekonomi, tetapi juga memicu ketidakpercayaan dan kecemburuan.
Pada tahun-tahun awal republik, banyak keluarga Tionghoa-Indonesia meletakkan dasar bagi bisnis mereka melalui perdagangan barang pertanian, tekstil, dan kebutuhan pokok. Tulang punggung bisnis ini adalah unit keluarga yang erat, di mana kepercayaan dan berbagi sumber daya menjadi hal utama. Praktik peminjaman informal dan dukungan koperasi dari jaringan keluarga besar membantu bisnis-bisnis ini bertahan di tengah ketidakstabilan nasional dan kebijakan ekonomi yang ketat.
Menghadapi Sentimen Anti-Asing
Era Demokrasi Terpimpin (1957--1965) di bawah Sukarno membawa permusuhan yang meningkat terhadap pengaruh asing, dan bisnis Tionghoa-Indonesia menjadi sasaran utama kebijakan ini. Pembatasan terhadap operasi ritel di pedesaan memaksa banyak keluarga pindah ke pusat kota, di mana mereka beradaptasi dengan mendiversifikasi usaha mereka ke bidang manufaktur, konstruksi, dan jasa.
Pada masa-masa ini, kekuatan kekerabatan dan komunitas menjadi semakin penting. Dengan akses ke lembaga keuangan formal yang terbatas, keluarga-keluarga Tionghoa-Indonesia mengandalkan sistem informal seperti arisan. Jaringan ini berfungsi berdasarkan kepercayaan, memastikan arus modal tetap berjalan meskipun dalam lingkungan yang penuh tantangan.
Orde Baru: Kemakmuran dengan Konsekuensi