Lihat ke Halaman Asli

Pesan Cinta Kak Zoya #7 (End)

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dari om google....

[caption id="" align="aligncenter" width="277" caption="dari om google...."][/caption]

Zoya, masih terlihat cantik meski dalam pucat wajahnya. Selimut putih yang dahulu menutupi hampir keseluruhan tubuhnya kini berganti dengan warna kesukaannya, ungu. Walauupun awalnya takut tidak diizinkan mengganti selimut sendiri, tapi akhirnya Malika berhasil membujuk sang kepala perawat yang bertanggung jawab di ruangan tempat kakaknya di rawat. Setiap hari malika selalu setia menemani zoya, tak terhitung butiran air mata yang tumpah setiap kali malika memasuki ruangan itu. "Banyak hal yang mau aku certain sama kakak, kakak bangun ya" malika menggenggam erat tangan sang kakak. Ia tak ingin melewatkan sedikitpun perkembangan kesehatan kakaknya. Dan berharap zoya memberikan respon dari setiap ucapannya dengan menggerakkan tangannya. Sejak peristiwa kecelakaan di studio foto itu, kesehatan zoya belum banyak mengalami perubahan. Walaupun masa kritisnya sudah lewat, tapi rasa khawatir itu masih ada sebelum zoya benar - benar membuka matanya. ************************************* "Kakak udah sehat?" malika senang bukan main begitu melihat kondisi zoya sudah pulih kembali. Senyuman tak pernah lepas dari bibirnya mungilnya. Zoya tersenyum sembari mengangguk. Zoya dan Malika duduk di bawah sebuah pohon rindang yang terasa begitu teduh menaungi mereka berdua. Zoya terlihat begitu cantik dan anggun dengan gaun putihnya. Rambutnya ia biarkan terurai, menambah kesan femininenya. "Aku mau minta maaf sama kakak, aku yang salah kak" ucap malika lirih sambil menggenggam erat tangan zoya. "Gak ada yang salah kok, semua sudah jadi kehendak-Nya dan kita hanya bisa menjalani takdirnya dengan ikhlas" ucap zoya sambil tersenyum. "Pertemuan kamu dan wira sudah digariskan ditakdir kalian, begitu pula dengan apa yang terjadi sama kakak, semua sudah diatur oleh-Nya" lanjut zoya lagi. Butiran bening mengalir dari mata indah malika, walaupun sedari tadi berusaha ia tahan. Zoya mengusap lembut wajah malika, berusaha menghapus air matanya. "Kakak ikhlas sama semua yang terjadi, begitu juga kamu. Jangan pernah lagi kamu merasa bersalah sama kakak, karena kakak sudah merelakan kamu sama wira". Tanpa diperintahkan, mata malika kembali basah oleh kata - kata zoya. Zoya mendekap erat tubuh malika yang duduk di hadapannya. Pelukan yang hangat dan sangat dirindukan malika. "Aku sayang kakak...." Ucap malika tepat ditelinga zoya. Terlihat zoya tersenyum mesti malika tak dapat melihatnya. Perlahan, malika merasakan pelukan kakaknya mengendur, perlahan.... Kemudian.... "Lika.... Bangun sayang.... Istirahatnya di kamar kamu aja yuk" bunda menepuk pundak malika pelan, berusaha membangunkannya. Raut kelelahan terpancar jelas dari wajah malika, sampai - sampai ia harus tertidur di sofa ruang keluarga. Mata malika perlahan terbuka, tapi rasanya berat bagi malika untuk membuka kedua matanya. Matanya sembab dan sedikit bengkak . Bunda berusaha tersenyum begitu malika sempurna membuka matanya. Suasana dirumah malika sudah tak lagi ramai seperti tadi pagi. Hanya tersisa tumpukan buku kecil berisi surah Yasin dan beberapa orang yang masih mengaji di ruang tamu. "Aku mau ke kamar kak zoya ya bunda" ucap malika sambil bangkit. "Oiya, bunda ada titipan dari kakak kamu". Malika terlihat bingung dengan kata - kata sang bunda, tapi tak hendak ia menebak apa - apa. Bunda dan malika berjalan bergandengan menuju kamar zoya yang ada dilantai atas. Ibu dan anak itu masih sempurna dalam duka mereka, dalam balutan busana hitam - hitam yang mereka kenakan. Malika membuka pintu kamar zoya, air mata kerinduan dan kesedihan itu kembali mengalir. Tapi malika segera menghapusnya, tak ingin bundanya kembali melihatnya menangis. Bunda dan malika perlahan masuk ke dalam kamar zoya dan duduk di atas tempat tidur zoya. Malika meneliti ke seluruh ruangan, foto - foto zoya yang terpampang cantik di dinding ruangan membuat malika kembali larut dalam rindunya, rindu akan senyuman dan keramahan kakaknya. Bunda bangkit dan berjalan menuju laci yang berada di dekat tempat tidur. Dibukanya laci tempat tidur itu dan mengeluarkan sebuh amplop berwarna ungu. "Pagi sebelum kecelakaan, kakak kamu pesen sama bunda supaya ngasih amplop ungu yang ada di laci ini sama kamu, awalnya bunda gak ngerti, tapi ternyata dia gak sempet ngasih ini ke kamu" jelas bunda sambil menyerahkan amplop ungu itu pada malika. Tak ada nama yang tertera di depan amplop ungu itu. Perlahan malika membukanya dan membaca isinya. "Teruntuk Malika.... Malaikat cantikku..... Lika, entah kakak harus mulai dari mana kakak sendiri tidak tau. Yang kakak tau, saat ini perasaan wira sebenarnya untuk kamu. Kamu yang dia lihat di lampu merah itu, kamu yang dia lihat memberikan cintamu pada gadis pengamen kecil itu, dan kamu yang dia kagumi sejak pertama kali wira melihatmu sore itu. Wajah kakak yang serupa denganmu yang menjadikan wira akhirnya mengira bahwa wanita itu adalah kakak. Terima kasih, karena berkat kamu kakak diberikan kesempatan mengenal lelaki teramat baik seperti wira. Tak ada yang perlu disalahkan karena semua sudah jadi kehendak-Nya dan kita hanya perlu menerima dan menjalani takdirnya dengan ikhlas. Pertemuan kamu dan wira sudah digariskan ditakdir kalian, begitu pula dengan apa yang terjadi sama kakak, semua sudah diatur oleh-Nya. Kakak ikhlas atas semua yang terjadi, begitu juga kamu. Jangan pernah lagi kamu merasa bersalah terhadap kakak, karena kakak sudah merelakan kamu bersama wira. Wira pantas untuk kamu, dan kamu sangat layak untuknya. Kakak cinta kalian berdua...........". Malika masih menatap lekat tulisan tangan zoya di surat itu. Tak terhitung lagi seberapa banyak butiran air mata yang sudah membuat surat dari zoya basah. Sang bunda yang duduk di sebelah malika langsung mendaratkan pelukannya ditubuh malika. Kata - kata disurat itu persisi dengan mimpi malika tadi. "Aku juga cinta sama kakak...." Ucap malika disela - sela tangisnya dan dalam pelukan sang bunda. )******************** END*****************(




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline