[caption id="attachment_329367" align="aligncenter" width="640" caption="Kegagahan Mahameru dilihat dari pos Kalimati"]
[/caption]
Matahari berada tepat di atas kepala ketika mobil yang kami naiki membawa kami sampai di pos Ranupani, Desa Ranupani Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Saya dan kedelapan orang rekan saya bergegas solat zuhur, makan dan beberapa orang lainnya melakukan lapor diri untuk mendapatkan surat izin masuk (SIMAKSI) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Persyaratan seperti surat keterangan sehat dan fotokopi KTP serta uang masuk tak lupa juga dikumpulkan saat lapor diri tersebut. Biaya masuk untuk pendakian ke Semeru sendiri adalah sebesar 17.500 rupiah untuk weekdays, dan 22.500 rupiah untuk weekend dihitung sesuai banyaknya hari yang kita habiskan di Semeru.
[caption id="attachment_330134" align="aligncenter" width="512" caption="Sebuah danau di desa Ranupani"]
[/caption]
Baru pada pukul 14.45 kami memulai pendakian Gunung Semeru setelah sebelumnya melakukan do’a bersama. Sebuah gapura besar bertuliskan “Selamat Datang Para Pendaki Gunung Semeru” menyambut kami. Track awal pendakian dari Ranupani menuju pos 1 bisa dibilang landai. Sebagian besar berupa jalan setapak yang landai meski agak menanjak di beberapa bagian. Sekitar pukul 16.30 kami sampai di pos satu. Kami memutuskan untuk beristirahat selama beberapa menit di pos 1. Setelah dirasa cukup istirahat, kami melanjutkan pendakian menuju pos 2. Jalur pendakian menuju pos 2 tak berbeda jauh dengan jalur pos 1 sebelumnya. Didominasi oleh jalan setapak yang landai agak menanjak. Pukul 17.30 kami sampai di pos 2. Mengingat hari yang semakin gelap, kami memutuskan untuk mengenakan headlamp sebagai alat bantu penerangan kami. Menjelang malam, kami melanjutkan pendakian kami menuju pos 3 (Ranukumbolo).
Jalur pendakian menuju pos 3 mulai didominasi oleh jalan setapak yang menanjak. Di beberapa tempat bahkan ada yang tanjakanannya cukup tinggi dan terjal. Terlebih kami melakukan pendakian di malam hari dengan penerangan yang ala kadarnya, jadi tingkat kehati-hatian kami perlu ditingkatkan. Pukul 19.30 malam, kami sampai di pos 3, yaitu pos Ranukumbolo. Ternyata sudah ramai pendaki yang mendirikan tenda di Ranukumbolo. Hari semakin malam, kami pun bergegas menyiapkan tenda dan sebagian lain memasak makan malam. Menu makan malam yang kami masak adalah sop sosis, tahu goreng dan orek tempe. Semua terlihat lahap dan menikmati sajian makan malam. Perut kenyang, hawa dingin, hasilnya adalah tidur nyenyak selanjutnya. Bermalam minggu di Ranukumbolo ditemani taburan jutaan bintang adalah romantisme alam yang sangat menakjubkan.
Hawa dingin di Ranukumbolo benar-benar menusuk hingga ke tulang. Beberapa kali saya terbangun dari tidur karena tak bisa menghalau rasa dinginnya. Sekalipun sudah mengenakan jaket, sarung tangan, kaos kaki, slayer, dan dibungkus rapi dengan sleepingbag, tapi rasanya tetap saja hawa dinginnya masih mampu menembus pertahanan tubuh saya. Suara alarm milik salah seorang teman saya akhirnya sukses membangunkan saya dan seisi tenda lainnya pukul 05.00 pagi. Sebagian memilih untuk memasak, beberapa mengambil air di Danau Ranukumbolo, dan sisanya menunggu sunrise sembari bernarsis ria. Kurang afdol rasanya bila tidak mengabadikan momen istimewa dengan view Ranukumbolo di pagi hari yang luar biasa indah.
[caption id="attachment_329370" align="aligncenter" width="512" caption="Sunrise di Ranukumbolo"]
[/caption]
Selesai memasak, mengambil air, makan pagi bersama, dan bernarsis ria di Ranukumbolo, kami bergegas mengemasi barang bawaan kami dan melipat kembali tenda kami. Pukul 10.00 pagi, kami melanjutkan pendakian kami kembali. Menuju pos berikutnya, yaitu pos Cemoro kandang, kami disuguhkan dengan bentangan alam yang luar biasa indah. Mendaki tanjakan cinta yang benar-benar menanjak, oro-oro ombo dengan hamparan padang lavender setinggi bahu dengan bunganya yang berwarna ungu, bukit-bukit hijau yang mengelilinginya dengan sangat gagah. Setelah Cemoro kandang, kami melanjutkan pendakian menuju pos Jambangan. Track yang dilalui untuk menuju pos Jambangan lumayan cukup melelahkan. Didominasi oleh jalan setapak yang menanjak, terkadang tanjakannya curam dan sebagian lagi tanjakan yang tak terlalu curam. Menuju pos Kalimati dari pos Jambangan, track yang dilalui didominasi oleh turunan berupa jalan setapak dengan pasir halus. Pukul 14.00 kami sampai di pos Kalimati.
[caption id="attachment_329373" align="aligncenter" width="307" caption="Mereka menyebut ini Tanjakan Cinta"]
[/caption]
Dari pos Kalimati kita dapat melihat kegagahan puncak Mahameru. Tanpa membuang waktu, kami segera mendirikan tenda dan memasak. Persediaan air yang menipis, membuat salah seorang rekan saya akhirnya memutuskan untuk mengisi kembali persediaan air kami dari sumber air mani. Lokasi sumber airnya yang cukup jauh dan tersembunyi dengan track yang naik turun, membutuhkan waktu hingga 20 menit untuk bisa sampai ke sana.
Menjelang malam, kami berkumpul di dalam tenda dan mediskusikan rencana pendakian ke puncak Mahameru. Salah seorang rekan kami yang sudah pernah sampai di puncak Mahameru menjelaskan pada kami persiapan yang mesti kami lakukan sebelum melakukan pendakian dan bawaan apa saja yang perlu dibawa. Pukul 18.30 kami semua sudah terbungkus rapi dengan sleeping bag kami, mengistirahatkan tubuh sebelum melakukan pendakian ke puncak Mahameru. Rencananya kami akan melakukan pendakian ke puncak Mahameru pada malam hari pukul 22.00. Tapi melihat cuaca yang berkabut dan mendung serta gerimis ditambah hawa dingin yang benar-benar menusuk tulang, kami akhirnya memutuskan untuk menunda pendakian kami malam itu. Berharap cuaca esok hari bisa lebih cerah dan kami bisa melakukan pendakian ke puncak Mahameru.
Rutinitas pagi di Kalimati dengan pemandangan puncak Mahameru, benar-benar pagi yang sangat luar biasa bagi kami. Sebisa mungkin kami membuat tubuh kami rileks dan tak memforsir tenaga kami karena kami memutuskan untuk mendaki puncak Mahameru malam hari ini setelah malam hari sebelumnya gagal muncak dikarenakan cuaca yang tak mendukung.